Rabu 27 Nov 2019 18:45 WIB

Tentara Terduga Pembantai Rohingya Disidang di Pengadilan

Militer Myanmar menggelar pengadilan militer kasus dugaan pembantaian Rohingya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Puluhan ribu pengungsi Rohingya memperingati tahun kedua peristiwa genosida Myanmar yang menyebabkan eksodus mereka di Kamp Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh, Ahad (25/8).
Foto: Rafiqur Rahman/Reuters
Puluhan ribu pengungsi Rohingya memperingati tahun kedua peristiwa genosida Myanmar yang menyebabkan eksodus mereka di Kamp Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh, Ahad (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Militer Myanmar menggelar pengadilan militer terkait kasus dugaan kejahatan dan pembantaian terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Selasa (26/11). Mereka yang disidang adalah tentara serta petugas dari resimen yang dikerahkan ke desa Gu Dar Pyin.

Juru bicara militer Myanmar Zaw Min Tun mengungkapkan tentara yang disidangkan di pengadilan militer lemah dalam mengikuti aturan keterlibatan. Dia tak menjelaskan secara terperinci mengenai hal tersebut. Akan tetapi desa Gu Dar Pyin diduga menjadi tempat pembantaian Rohingya.

Baca Juga

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis di situs resminya, militer Myanmar mengatakan tentara yang disidangkan di pengadilan militer terlibat dalam 'kecelakaan' di Gu Dar Pyin. Tak dipaparkan pula secara mendetail mengenai hal itu.

Associated Press (AP) sempat melaporkan setidaknya terdapat lima kuburan massal di Gu Dar Pyin. Informasi tersebut diperoleh setelah AP mewawancarai para penyintas di kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh. Akan tetapi Myanmar telah membantah laporan tersebut.

Awal bulan ini Gambia telah membawa kasus dugaan genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya ke Pengadilan Internasional (ICJ). "Gambia, atas nama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), telah mengajukan permohonan ke ICJ sehubungan dengan orang-orang terlantar di Negara Bagian Rakhine," kata pemerintah Gambia dalam sebuah pernyataan.

Gambia tak merinci tentang gugatannya terhadap Myanmar. Negara ini hanya mengisyaratkan bahwa Myanmar dapat diselidiki atas dugaan genosida terhadap Rohingya. "Di bawah Piagam PBB, semua anggota PBB, termasuk Myanmar, terikat oleh statuta ICJ," ujar Gambia.

Di bawah Konvensi 1948 tentang Prevention and Punishment of the Crime of Genocide, Myanmar dapat menghadapi hukuman jika terbukti melakukan pelanggaran. Gambia dan Myanmar termasuk dalam negara-negara yang menandatangani konvensi tersebut.

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi siap membela negaranya di ICJ.  Dia dijadwalkan memimpin delegasi ke ICJ di Den Haag, Belanda, bulan depan.

"Penasihat Negara (Aung San Suu Kyi) dalam kapasitasnya sebagai Menteri Persatuan untuk Urusan Luar Negeri, akan memimpin tim Den Haag, Belanda, untuk membela kepentingan nasional Myanmar di ICJ," kata Kantor Penasihat Negara Myanmar dalam sebuah pernyataan melalui laman resmi Facebook-nya pada Rabu (21/11) pekan lalu.

Myanmar mengaku telah menyiapkan pengacara terkemuka untuk menghadapi gugatan yang diajukan Gambia. Menurut Human Rights Watch (HRW) gugatan yang diajukan Gambia di ICJ adalah pengawasan yudisial pertama atas dugaan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran permukiman etnis Rohingya di Rakhine.

Organisasi hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional Global Justice Center (GJC) telah mengecam Suu Kyi. Suu Kyi dianggap gagal meminta militer Myanmar bertanggung jawab atas kejahatan terhadap Rohingya.

"Aung San Suu Kyi dan pemerintah sipil gagal bertindak melawan genosida di Negara Bagian Rakhine dengan tingkat urgensi apa pun dan tidak mengambil langkah untuk meminta pertanggungjawaban militer," kata Presiden GJC Akila Radhakrishnan dalam sebuah pernyataan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement