Sabtu 30 Nov 2019 18:36 WIB

Menaker Tanggapi Pro-Kontra Kenaikan UMP Tahun Depan

Tingginya UMP menambah beban perusahaan.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menghadiri pelatihan Sosialisasi Literasi Keuangan Pekerja Migran Indonesia di Jakarta, Sabtu, (30/11).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menghadiri pelatihan Sosialisasi Literasi Keuangan Pekerja Migran Indonesia di Jakarta, Sabtu, (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) pada tahun depan. Hal itu berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.

Lewat Surat edaran Menteri Ketenagakerjaan No B-M/308/HI.01.00/X/2019 pemerintah menetapkan UMP 2020 naik 8,51 persen. Kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan 2019 yang hanya 8,03 persen, namun lebih kecil ketimbang 2017 yang mencapai 8,71 persen. 

Keputusan pemerintah itu mengundang pro-kontra. Bagi pengusaha, tingginya UMP menambah beban perusahaan, namun para buruh menilai angka kenaikan tersebut masih kurang. 

Menanggapi itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengatakan, sampai sekarang kementerian masih menggunakan skema PP Nomor 78 Tahun 2015. "Sebenarnya jalan keluarnya melalui PP itu, kalau dulu masih ada tarik ulur antara kepentingan usaha dan buruh, tapi dengan PP 78 sebetulnya mengakhiri, karena semua dasarnya big data dari BPS (Badan Pusat Statistik)," jelas dia kepada wartawan saat menghadiri pelatihan Sosialisasi Literasi Keuangan Pekerja Migran Indonesia di Jakarta, Sabtu, (30/11).

Saat ini, lanjutnya, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) masih dalam proses mendengar pendapat dari berbagai pihak. Baik pengusaha maupun para pekerja. 

"Kalau ada masukan-masukan, posisi Kemenaker adalah mendengarkan kedua belah pihak. Apakah itu pengusaha atau serikat buruh apa pekerja," kata Ida.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi dan Perburuhan Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna mengatakan, PP Nomor 78 Tahun 2015 perlu untuk direvisi. Alasannya, ada indikator penting dalam penentuan upah salah PP tersebut.

Menurutnya, seharusnya ada 70 indikator yang perlu menjadi pertimbangan dalam menetapkan UMP maupun UMK. Indikator tersebut di antaranya dengan mengikutsertakan buruh dalam pembahasan upah layak. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement