REPUBLIKA.CO.ID, SAWAHLUNTO--Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatra Barat membersihkan rel untuk jalur kereta api legendaris 'Mak Itam'. Jalur yang dibersihkan dari Muaro Kalaban sampai Kota Sawahlunto. Balai Teknik Perkeretaapian Sumbar melakukan pembersihan rel ini sebagai kado ulang tahun Kota Sawahlunto yang ke-131.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengatakan PT Kereta Api Indonesia saat ini memang sedang mempertimbangkan pengoperasian kembali kereta api 'Mak Itam' untuk menjadi kereta wisata.
"PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dalam memutuskan apakah Mak Itam ini apakah layak jalan atau tidak kan dengan banyak pertimbangan, salah satunya melihat kondisi jalur rel. Sekarang jalur rel ini sudah dibersihkan," kata Deri melalui siaran pers yang diterima Republika, Ahad (1/12).
Menurut Deri, nanti PT KAI akan memantau kembali kondisi rel dan replika kereta api Mak Itam. Andai sudah aman, maka Mak Itam akan kembali beroperasi sebagai kereta wisata di Sawahlunto.
Deri berterima kasih kepada Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumbar atas pembersihan rel tersebut. "Memang ini yang kita tunggu - tunggu. Sebab rel ini kan asset Kementerian Perhubungan, jadi memang hanya pihak Dishub yang bisa dan punya kewenangan untuk mengelolanya," ujar Deri.
Dinas Perhubungan Kota Sawahlunto didampingi Kabag Kominfo, Persandian dan Humas (Kominperhumas) Setdako Sawahlunto pada Jumat (29/11) lalu melakukan tinjauan secara langsung pembersihan rel dari Muaro Kalaban sampai Kota Sawahlunto. Peninjauan dilakukan dengan lokomotif replika Mak Itam yang membawa satu unit gerbong kereta wisata. Saat itu, titik yang cukup sulit dibersihkan yakni di kolometer 151 sampai 155.
Kepala Dinas Perhubungan Sawahlunto Nurwansyah Putra yang ikut meninjau kini optmistis Mak Itam akan segera beroperasi kembali karena kondisi rel bisa dikatakan aman dan bersih. "Kami optimistis rencana menjalankan Mak Itam atau lokomotif replikanya bisa dilaksanakan," ujar Nurwansyah.
Kereta api Mak Itam di Sawahlunto merupakan kereta api legendaris sejak zaman kolonial belanda. Di mana kereta berbahan bakar uap tersebut zaman itu digunakan untuk mengangkut hasil tambang batubara dan alat transportasi massal yang menghubungkan Sawahlunto, Sijunjung, Solok, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman sampai Pelabuhan Teluk Bayur Kota Padang.