REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pemerintah menyatakan tak perlu ikut campur dalam wacana tentang perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, wacana tersebut isu politik di ranah legislatif. Ia menyarankan, agar jajaran kabinet dan kementerian, tak perlu ambil bagian dalam perdebatan isu tersebut.
“Itu urusan politik di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Menteri tidak boleh bicara dua periode, tiga periode,” tegas Mahfud saat dijumpai di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan (Jaksel), pada Senin (2/12).
Mahfud mengatakan, urusan periodeisasi dan masa jabatan kepresidenan, menjadi kewenangan MPR dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengaturnya. Yang pasti, menengok UUD 1945, presiden dan wakil presiden, dapat menjabat dua periode berturut-turut. “Biarkan itu menjadi urusan MPR (dan DPR), bersama partai-partai politiknya,” kata Mahfud.
Wacana jabatan presiden menjadi tiga periode, menguat sepekan terakhir seturut dengan polemik perubahan ke-5 UUD 1945. Ada tiga isu utama yang mengencang terkait amandemen konstitusi tersebut. Selain soal menambah satu periode, masa jabatan presiden dari dua, menjadi tiga kali.
Juga, menyangkut tentang sistem pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) kembali ke cara orde baru, yaitu lewat pemungutan suara di MPR RI. Pilpres lewat MPR tersebut, otomatis memunculkan wacana tambahan yang mengembalikan MPR, sebagai lembaga tertinggi negara di atas lembaga kepresidenan, pun DPR.