Rabu 04 Dec 2019 07:37 WIB

Sistem ERP Bakal Terapkan Tarif Progresif

Sistem ERP efektif jika juga diberlakukan untuk sepeda motor.

Rep: Amri Amrullah/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah kendaraan melintas gerbang jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP) di Kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/8).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah kendaraan melintas gerbang jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP) di Kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) direncanakan akan mulai menerapkan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) pada 2020. Rencananya jalan berbayar di Jabodetabek akan menerapkan tarif progresif bagi pengguna kendaraan pribadi di beberapa ruas jalan nasional.

Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan kebijakan ERP ini bukan sekedar soal bayar membayar, tapi congestion charge, artinya orang yang menambah kemacetan akan dikenakan charge. Karena orang tersebut telah membuat ruang jalan semakin terbatas, itu konsepnya.

"Jadi nanti tarif (ERP) nya akan progresif, artinya jika nantinya jalan semakin macet, maka tarif akan naik. Tetapi kalau jalannya lancar, tidak ada kemacetan tarifnya akan turun," kata Bambang kepada wartawan Selasa (3/12).

Untuk itu, lanjut dia, pemerintah akan memberi insentif atau subsidi kepada angkutan umum yang beroperasi di kawasan ERP. Kemudian insentif ini langsung dirasakan masyarakat, artinya tarif angkutan umumnya akan lebih murah. Sedangkan insentif kedua akan diberikan untuk pemerintah daerah (Pemda) setempat.

Bambang menambahkan untuk insentif kepwda Pemda bentuknya dana untuk pengelolaan angkutan umum. Pemda yang daerahnya beroperasi ERP seperti di jalan perbatasan.

Misal Jalan Margonda, disitu nanti Pemerintah Kota Depok akan dapat insentif, dan Pemda DKI juga akan dapat. Sehingga dana itu bisa dikelola untuk perbaikan angkutan umum. "Itu insentif insentif yang sedang kita godok," ujar Bambang.

Karena itu ia berharap kepada Pemda/Pemkot untuk bisa kooperabitf dalam penerapan ERP ini, sebab ini sudah diatur lama oleh pemerintah dan masuk dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).

Adapun rencana jalan nasional yang akan diterapkan ERP oleh BPTJ diantaranya, tiga ruas jalan perbatasan seperti Jalan Margonda di Depok, Jalan Kalimalang di Bekasi dan Jalan Daan Mogot arah Tangerang.

Terkait soal regulasinya, Bambang menegaskan saat ini masih sedang dibahas. Apakah regulasi ERP juga akan berlaku bagi roda dua, Bambang mengatakan masih dalam proses pembahasan. Namun ia tidak menampik usulan itu sempat ada untuk mengoptimalkan pengurangan kemacetan di Jakarta.

"Kemungkinan akan ada beberapa yang sedang direvisi Peraturan Pemerintah (PP) yang telah berlaku. Termasuk juga nanti akan bekerjasama dengan Kementerian PUPR, karena ada beberapa jalan nasional yang kewenangannya masih di Kementerian PUPR," kata dia menambahkan.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijawarno menilai ERP atau jalan berbayar mampu mengurangi kemacetan sangat signifikan di beberapa wilayah di Jabodetabek. Namun salah satu syaratnya, menurut dia, penerapan ERP harus juga diterapkan bagi pengguna kendaraan roda dua atau motor.

"Kalau mau ERP efektif di Jabodetabek, motor juga harus kena ERP. Jadi bukan hanya untuk mobil saja, hilangkan pengecualiannya," kata Djoko.

Apabila ERP diterapkan di beberapa akses jalan nasional Jabodetabek, namun tetap mengecualikan sepeda motor, menurutnya, hasil yang didapat kurang signifikan. Sebab, sambung dia, jumlah pengguna sepeda motor juga cukup banyak. Serta sangat berperan menyumbang kemacetan di beberapa wilayah di Jabodetabek.

Apalagi sepeda motor dikecualikan, ia melihat akan ada perpindahan pengguna mobil ke sepeda motor untuk menghindari ERP. "Karena itu harusnya ERP berlaku untuk sepeda motor juga," ujar dia.

Djoko mengatakan ERP merupakan sistem berkeadilan untuk menghindari kemacetan di Jabodetabek. Pengguna kendaraan yang akan melewati jalan tertentu akan dikenakan bayaran, dan bila tidak ingin membayar maka jangan melewati jalan tersebut. Karena itu Djoko yakin ERP ini akan mampu mengatasi kemacetan, dengan catatan berlaku untuk semua.

Sepeda Motor Terbanyak

Sementara itu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan dalam sepekan dengan rentang waktu 25-29 November 2019, ada 653 kendaraan bermotor ditilang lantaran menerobos jalur sepeda dengan dominasi jenis sepeda motor.

"Dari 25 November sampai 29 November (2019) kemarin itu, 653 kendaraan itu ditilang. Roda dua sebanyak 557 kendaraan, roda tiga 33 kendaraan, roda empat 63 kendaraan," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Dalam waktu lima hari tersebut, jumlah pelanggar tiap harinya rata-rata berkisar pada angka yang sama. Namun mendekati akhir pekan seperti Kamis dan Jumat, jumlah pelanggar justru menurun.

"Contohnya Kamis-Jumat, grafiknya justru turun, Jumat 68 kendaraan. Tertinggi Selasa, ada 165 kendaraan," ujar dia.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Jalur Sepeda. Saat ini, Jakarta memiliki jalur sepeda sepanjang 63 kilometer yang terbagi dalam tiga fase.

Pada fase 1, disiapkan jarak sepanjang 25 kilometer mulai dari ruas Jalan Medan Merdeka Selatan-Jalan M.H Thamrin-Jalan Imam Bonjol-Jalan Pangeran Diponegoro-Jalan Proklamasi - Jalan Pramuka-Jalan Pemuda. Sementara fase 2, sepanjang 23 kilometer mulai dari Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Sisingamangaraja-Jalan Panglima Polim-Jalan RS Fatmawati Raya.

Selanjutnya pada fase 3, dibuat jalur sepanjang 15 kilometer, dari Jalan Tomang Raya-Jalan Cideng Timur-Jalan Kebon Sirih-Jalan Matraman Raya-Jalan Jatinegara Barat-Jalan Jatinegara Timur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement