REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) 2016-2021 Nurdin Basirun didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000 yang berasal dari pengusaha dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Pemberian dari pengusaha tersebut terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.
"Sehubungan penerbitan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut, Izin Lokasi Reklamasi, dan Izin Reklamasi dalam kurun waktu 2016 sampai 2019 terdakwa melakukan penerimaan gratifikasi dari para pengusaha/investor yang mengurus penerbitan izin tersebut melalui Edy Sofyan, Budy Hartono, dan Juniarto," ucap Jaksa Penuntut Umum KPK Muh Asri Irwan saat membacakan surat dakwaan Nurdin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/12).
Edy Sofyan merupakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri, Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri, dan Juniarto merupakan ajudan dari Nurdin. Jaksa Asri juga menyatakan, pada saat dilakukan penggeledahan di ruangan kerja dan di rumah dinas Nurdin telah ditemukan uang dalam bentuk mata uang rupiah dan asing.
Tersangka Gubernur nonaktif Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan perdana di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Adapun rinciannya, Rp3.233.960.000, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan 34.803 dolar AS.
"Uang tersebut diduga merupakan bagian dari penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh terdakwa sejak 2016 sampai dengan 2019," ungkap Asri.
Selain penerimaan dari para pengusaha/investor, kata dia, Nurdin juga menerima gratifikasi yang berasal dari Kepala OPD Provinsi Kepri. Gratifikasi diterima dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2019.
"Penerimaan gratifikasi yang dilakukan terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang waktu 30 hari kerja," ucap jaksa Asri.
Atas perbuatannya, Nurdin didakwa berdasarkan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Terhadap dakwaan tersebut, Nurdin tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) dan sidang dilanjutkan pada 11 Desember 2019 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Kronologi OTT Nurdin Basirun