Kamis 05 Dec 2019 17:19 WIB

KUA Mulai Inventarisasi Majelis Taklim yang tak Terdaftar

Masih banyak majelis taklim yang belum terdaftar karena berkegiatan secara informal.

Rep: Febryan A/ Red: Agung Sasongko
Majelis Taklim ibu-ibu Muslimah (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Majelis Taklim ibu-ibu Muslimah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan mulai menginventarisasi majelis taklim yang belum terdaftar di wilayahnya. 

"Memang masih banyak majelis taklim yang belum terdaftar karena menyelenggarakan kegiatan secara informal saja. Kita sedang mendorong agar dikelola secara profesional, jadi terdaftar jamaahnya dan organisasinya," kata Kepala KUA Pasar Minggu, Zamroni di kantornya, Kamis (5/12).

Baca Juga

Zamroni menuturkan, berdasarkan hasil inventarisasi sementara, sudah tercatat 280 majelis taklim. Hingga akhir proses Invetarisasi, diperkirakan akan tercatat hingga 700 majelis taklim di seluruh wilayah Pasar Minggu.

Dari perkiraan 280 majelis taklim yang sudah tercatat, ternyata baru sekitar 50 persennya yang terdaftar. "Nanti kalau sudah selesai maka akan kami serahkan data lengkapnya ke Kementerian Agama Jakarta Selatan. Lalu baru proses pendaftaran dilakukan," ucapnya.

Sebagian majelis taklim sudah terdaftar lantaran memang sudah diatur dalam PMA sebelumnya perihal pendaftaran. Meski, sifatnya tak wajib seperti PMA terbaru.

Menurut Zamroni, sejak peraturan itu mulai disosialisasikan, tak ada penolakan dari pengurus ataupun anggota majelis taklim. Mereka cenderung lebih banyak meminta penjelasan terkait peraturan terbaru itu.

"Namun memang ada juga beberapa ustaz yang mendatangi saya mempertanyakan aturan terbaru ini. Setelah dijelaskan akhirnya paham bahwa aturan ini semangatnya untuk melindungi majelis taklim," ujar Zamroni.

Ia menjelaskan, anggota ataupun pengurus majelis taklim memang tak perlu risau atas aturan ini. Sebab, aturan ini tidak dimaksudkan untuk memata-matai kegiatan majelis taklim. "Namun lebih sifatnya perlindungan, terlebih nanti akan ada juga bantuan dana setelah terdaftar," ucapnya.

Lebih jauh, Zamroni menjelaskan perlindungan itu sebagai upaya agar tak ada lagi muncul aliran sesat yang berawal dari majelis taklim yang sembunyi-sembunyi. "Misalkan Lia Aminudin yang sudah dihukum. Lalu, Ahmad Musadeq yang mengaku nabi. Kan itu awalnya pengajian yang sembunyi-sembunyi," ucapnya.

Sedangkan untuk modul majelis taklim, kata dia, sampai saat ini belum diterima pihaknya. Sebab, masih disusun oleh Kemnenag.

Ia pun meyakini modul itu bukan bentuk penyeragaman, melainkan sebagai panduan saja untuk membentuk majelis taklim yang baik dan mengarahkan moderasi dalam beragama. Sebab, ini bukan hal baru lantaran tahun 2006 dulu juga sudah pernah dirilis buku kurikulum majelis taklim dari Kemenag. Buku kurikulum itu pun tak menjadi masalah.

"Jadi aturan baru ini kita sosialisasikan agar jangan sampai parno bahwa ini membatasi gerak ustaz atau majelis taklim. Kalau memang majelis taklimnya baik, lalu kenapa harus mempermasalahkan peraturan yang coba melindungi," katanya.

PMA Nomor 20/2019 tentang Majelis Taklim ditandatangani Menteri Agama Fachrul Razi pada 13 November lalu. Regulasi ini antara lain mengatur tugas dan tujuan majelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencakup pengurus, ustaz, jamaah, tempat, dan materi ajar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement