REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sandra Moniaga, mengatakan, Undang-Undang (UU) Masyarakat Adat diperlukan untuk memastikan perintah konstitusi dijalankan dengan benar. Aturan-aturan yang terkait dengan masyarakat adat sejauh ini ia nilai membuat ketidakpastian pengakuan terhadap mereka.
"RUU Masyarakat Hukum Adat itu diperlukan untuk memastikan bahwa perintah dari kosntitusi itu dijalankan dengan benar. Kedua, menghentikan atau menghilangkan inconcistency of law," ujar Sandra dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (9/12).
Peraturan perundang-undangan yang tidak konsisten antara satu dengan yang lain, kata dia, akan meniadakan proses pemenuhan hak asasi bagi masyarakat adat. Kondisi peraturan perundang-undangan yang seperti itu juga kerap dijadikan alasan pemerintah yang bingung dalam melaksanaannya.
"Artinya apa? Dengan adanya aturan yang tidak konsisten ini terjadilah penundaan pengakuan. Terjadilah ketidakpastian pengakuan atas keberadaan masyarakat adat," jelasnya.
Sandra menyebutkan, ketika pengakuan keberadaan masyarakat adat tidak terjadi, maka haknya juga dalam kondisi yang sama. Karena itu, kata dia, pengakuan keberadaan masyarakat adat sangat esensial. Keberadaan UU Masyarakat Adat akan membantu mereka mendapatkan pengakuan tersebut.
Selain itu, RUU yang masuk ke dalam program legislasi nasional 2020 tersebut juga harus melengkapi semua hak masyarakat adat yang diakui menurut hukum intenrasional. Menurut Sandra, ada banyak yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, bahkan diingkari oleh beberapa peraturan perundang-undangan.
"Jadi, RUU jangan sembarang RUU. RUU ini harus memuat hak-hak masyarakat adat secara substantif dan harus sejalan dengan prinsip-prinsip universal HAM," ungkap dia.