REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Organisasi Jamiat Ulama-e-Hind menegaskan RUU Kewarganegaraan (Amandemen) bertentangan dengan struktur dasar Konstitusi. Mereka mengatakan akan menentang undang-undang di Mahkamah Agung.
Reaksi mereka datang beberapa menit setelah Majelis Tinggi (Rajya Sabha) mengesahkan RUU Kewarganegaraan (Amandemen), 2019. RUU tersebut disahkan oleh Majelis Rendah (Lok Sabha), Senin lalu.
Mereka menyebut, lolosnya RUU di Rajya Sabha dan Lok Sabha sebagai tragedi. Presiden Jamiat-Ulema-e-Hind Maulana Arshad Madani mengatakan RUU itu bertentangan dengan struktur dasar Konstitusi India dan Jamiat akan menentangnya di pengadilan tinggi.
Madani mengatakan Jamiat akan menantangnya di pengadilan karena legislatif belum melakukan tugasnya dengan jujur. "Sekarang pengadilan dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang hal itu. Para advokat telah dikonsultasikan dalam hal ini dan sebuah petisi sedang disusun," katanya dalam sebuah pernyataan, dilansir di NDTV, Kamis (12/12).
Madani juga mengatakan setelah Lok Sabha mengesahkan RUU tersebut, Jamiat mencoba level terbaiknya agar undang-undang itu tidak disahkan di Rajya Sabha dengan menghubungi anggota berbagai pihak untuk meyakinkan mereka tentang dampak berbahaya dari RUU ini.
"Sedihnya beberapa pihak yang disebut partai sekuler menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab mereka, dan RUU tersebut disahkan di Rajya Sabha," katanya.
Madani juga mengatakan RUU tersebut melanggar Pasal 14 dan 15 Konstitusi, yang secara eksplisit menyatakan tidak ada warga negara yang akan didiskriminasi berdasarkan agama, dan setiap warga negara akan diperlakukan sama.
RUU itu juga bisa menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan dan keamanan negara, katanya. Madani mengatakan efek dari RUU ini mungkin tidak terlihat sekarang, tetapi ketika NRC dilakukan di seluruh negeri, undang-undang tersebut akan merugikan jutaan umat Islam.
"Ini bukan masalah Hindu-Muslim sama sekali, ini masalah hak asasi manusia dan warga negara," katanya.