REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Aksi protes yang dilakukan ratusan mahasiswa di Ibu Kota New Delhi, India atas adanya undang-undang kewarganegaraan baru di negara itu berakhir dengan bentrokan pada Jumat (13/12). Polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan tongkat untuk membubarkan para peserta yang berada di Jamia Millia Islamia, sebuah universitas negeri.
Para demonstran membalas tindakan itu dengan melemparkan batu ke arah polisi. Aksi protes juga terjadi di Negara Bagian Assam, di mana demonstrasi pertama kali berlangsung pada Rabu (11/12), menyusul keputusan majelis tinggi dari Parlemen India yang meloloskan Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan baru.
Selain itu, aksi mogok makan juga dilakukan para demonstran di Gauhati, Ibu Kota Assam. Hampir 10 ribu orang melakukan hal ini sepanjang hari pada Jumat (13/12). Sebelumnya, pada Kamis (12/12), polisi dilaporkan menembak mati dua peserta aksi protes dan membuat 24 lainnya terluka karena mereka dianggap mengabaikan aturan jam malam.
Undang-undang Kewarganegaraan terbaru di India dinilai oleh para demonstran sebagai langkah anti-Muslim terbaru yang ditetapkan pemerintah negara itu. Menurut aturan dalam undang-undang ini, kewarnegaraan hanya diberikan untuk enam kelompok agama dari Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan.
Namun, Islam tidak termasuk di dalam enam kelompok yang dimaksudkan tersebut. Para kritikus juga berpendapat bahwa undang-undang ini secara khusus bertujuan mendiskriminasi kaum Muslim dan melanggar konstitusi sekuler negara tersebut.
Dalam aksi unjuk rasa di Assam, para demonstran menyatakan keprihatinannya bahwa langkah pemerintah kali ini akan membuat para migran di India pindah ke wilayah perbatasan. Undang-undang yang baru juga dinilai akan menjadikan ribuan imigran ilegal sebagai warga negara yang sah.
Saat ini, upaya hukum untuk membatalkan Undang-undang tentang Kewarganegaraan telah diajukan ke Mahkamah Agung India.