REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Setidaknya 22 warga sipil, termasuk anak-anak terbunuh di Suriah barat laut, Selasa (17/12) waktu setempat. Hal itu setelah pasukan Rusia dan pasukan pemerintah Suriah melancarkan serangkaian serangan udara memberanguskan militan yang masih tersisa di wilayah tersebut.
Organisasi pertahanan sipil Suriah, atau yang dikenal dengan White Helmets mengatakan, serangan tersebut menargetkan belasan kota dan desa di distrik Maaret al-Numaan, provinsi Idlib. Para warga sipil kemudian melarikan diri berbondong-bondong ke kamp-kamp perbatasan Turki.
Dilansir Aljazirah, juru bicara Pertahanan Sipil Ahmed Sheikho mengatakan, sembilan orang terbunuh di kota Tal Mannis, enam orang terbunuh di Bidama, dan lima orang lainnya meninggal di Maasaran. Sementara satu orang terunuh di al-Kanayes, dan satu korban meninggal lainnya di Maar Shamshah. "Di antara mereka yang kehilangan nyawa di Bidama adalah istri relawan White Helmets, dan tiga anak," ujar Sheikho.
Dia mengatakan, sebuah pasar di kota Maasaran juga dibom yang membuat puluhan orang terluka. Video yang diunggah di media sosial dan dikonfirmasi oleh warga menunjukkan, kru darurat tengah menarik korban hangus di sepanjang jalan di Maasaran yang penuh puing-puing pascaledakan.
Salah satu sukarelawan White Helmets yang berbasis di distrik Maaret al-Numaan, Abbadeh Zakrah mengatakan, pengeboman dimulai sekitar pukul 07.00 waktu setempat. Menurut pengakuannya, suara bom barel tidak berhenti sepanjang hari. "Pengeboman menargetkan warga sipil yang melarikan diri dari kota dan desa di dekat jalan raya utama," kata dia.
"Ini adalah pengeboman yang ganas dan sistematis untuk memaksa orang keluar dari wilayah utara," kata Zakrah menambahkan.
Pada April lalu, pasukan pemerintah Suriah dan sekutu meluncurkan serangan darat dan udara di Suriah barat laut. Wilayah itu dikenal dikuasai pemberontak terakhir di negara itu. PBB mencatat, lebih dari 1.000 warga sipil telah tewas dalam kekerasan di wilayah ini. Sementara ratusan ribu lainnya telah mengungsi sejak eskalasi dimulai.
Rusia, yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan Turki, pendukung lama faksi-faksi oposisi dengan mensponsori perjanjian de-eskalasi untuk Suriah barat laut awal tahun ini. Namun, perjanjian itu goyah. Pasukan yang didukung Rusia telah melanjutkan serangan udara di daerah-daerah berpenduduk untuk melemahkan kelompok-kelompok pemberontak yang sejauh ini telah menolak upaya pemerintah merebut kembali wilayah itu.
Rusia dan Suriah berencana merebut kembali Idlib dari tangan kelompok militan yang menguasai wilayah tersebut. Namun, PBB segera mengingatkan kedua negara agar menghindari pertumpahan darah saat melaksanakan operasi militer.
Pada Senin, White Helmets mengatakan, Pemerintah Suriah dan pasukan Rusia menyerang dua kamp pengungsi. Pasukan Suriah yang melakukan ofensif baru-baru ini berupaya mengepung daerah-daerah yang dikuasai militan di provinsi Hama, serta kota Khan Sheikhoun di Idlib.
Pemerintah Suriah telah berjuang untuk mengendalikan jalan raya strategis. Hal itu merupakan sebuah langkah yang akan memungkinkan menghubungkan kota-kota di bawah kendali seraya meningkatkan perdagangan.
Wilayah itu adalah rumah bagi hampir tiga juta orang. Perang di Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan jutaan orang terlantar sejak perang berkecamuk pada 2011.