REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih dan akan tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan. Ratusan kontak telepon, dikatakan masih dalam status sadap di KPK.
Komisioner KPK Alexander Marwata menerangkan, Undang-undang (UU) KPK 19/2019, tak menghapuskan kewenangan penyadapan untuk proses pengungkapan kasus korupsi. Namun kata Alex, proses penyadapan yang mendatang, mewajibkan adanya izin dari Dewan Pengawas (Dewas).
“Penyadapan jalan terus. Ada 200 sampai 300 nomor masih kita sadap,” kata dia di pusat eduksi antikorupsi KPK C-1, Rasuna Said, Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (18/12).
Ia mengungkapkan beberapa nomor yang dalam penyadapan, bahkan ada yang baru satu bulan. Alex menerangkan, selama ini, penyadapan memang menjadi modal bagi penyidik di KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Akan tetapi, ia mengakui, sejak kontroversi UU 19/2019, KPK jarang kembali melakukan OTT. Menurut Alex, tak ada OTT, pun bukan karena keluarnya UU KPK yang baru. Tetapi, kata dia, karena memang, tim penyidik di KPK belum menemukan peluang melakukan OTT.
Ia pun menolak anggapan, berlakunya UU KPK yang memberikan birokrasi panjang tentang penyadapan, membuat para pemburu koruptor tak lagi dapat melakukan OTT. Menurut Alex, dalam UU 19/2019, kewenangan penyadapan, harus mendapatkan izin dari Dewas.
Namun kata Alex, sejak UU 19/2019 berlaku, September 2019, posisi Dewas belum ada. Karena itu, Alex mengatakan, penyadapan tetap dapat dilakukan sementara sebelum Dewas KPK terbentuk.
Dewas KPK baru akan ada pada 20 Desember mendatang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan sudah memiliki sejumlah nama yang akan mengisi struktur baru di organisasi KPK.
Di antaranya, mantan Hakim Artidjo Alkotsar, dan Albertina Ho. Mantan Ketua KPK Taufiquerrahman Ruki, juga dikabarkan akan mengisi satu kursi di Dewas KPK.
Merujuk pada UU 19/2019, Dewas KPK akan diisi oleh lima orang. Dewas KPK ini salah satu kewenangannya kelak, adalah memberikan izin, atau menolak tentang penyadapan.
Dewas KPK, juga dapat melakukan evaluasi dari proses penyelidikan dan penyidikan. Bahkan, Dewas KPK, bisa menggelar sidang terhadap para komisioner KPK yang melakukan pelanggaran etik. Beberapa kewenangan Dewas KPK ini, mengundang perdebatan mengingat sejumlah kewenangan yang melebihi para komisioner atau pemimpin KPK.