Kamis 19 Dec 2019 09:00 WIB

Inggris Desak Cina Buka Dialog ke Demonstran Hong Kong

Inggris mendesak Cina untuk membuka dialog dengan para demonstran Hong Kong

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Foto udara menunjukkan ribuan demonstran masih memenuhi jalanan di Hong Kong, Ahad (8/12). Enam bulan berlalu, pemrotes tak berniat mengakhiri aksi mereka. Inggris mendesak Cina untuk membuka dialog dengan para demonstran Hong Kong. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Dake Kang
Foto udara menunjukkan ribuan demonstran masih memenuhi jalanan di Hong Kong, Ahad (8/12). Enam bulan berlalu, pemrotes tak berniat mengakhiri aksi mereka. Inggris mendesak Cina untuk membuka dialog dengan para demonstran Hong Kong. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris mendesak Cina untuk membuka dialog dengan para demonstran Hong Kong. Selain itu, Inggris meminta Cina menghormati komitmen yang dibuat 35 tahun lalu dalam Deklarasi Bersama Cina-Inggris.

Hari ini 19 Desember merupakan hari di mana perjanjian ditandatangani pada 1984. Perjanjian itu mengikat bahwa otonomi tingkat tinggi Hong Kong tidak akan berubah selama 50 tahun setelah bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke Cina pada 1997.

Baca Juga

Kendati demikian, kekhawatiran Cina mungkin mulai menindak telah menyebabkan protes berbulan-bulan lamanya yang sering berkahir ricuh. "Hong Kong mengalami periode gejolak terbesar sejak penyerahan itu," ujar Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis (19/12).

Menurutnya, Perjanjian antara Inggris dan Cina menjelaskan bahwa otonomi, hak, dan kebebasan tingkat tinggi Hong Kong akan tetap tidak berubah selama 50 tahun. "Upaya yang dilakukan oleh Cina, termasuk hak untuk kebebasan berekspresi, peradilan yang independen, dan aturan hukum sangat penting untuk kemakmuran dan cara hidup Hong Kong," ujar Raab dalam pernyataanya.

Raab mengatakan Inggris menanggapi komitmen itu dengan serius. "Satu-satunya cara untuk menjamin kesuksesan dan stabilitas Hong Kong di masa depan adalah dengan menghargai ini dan mengatasi keprihatinan sah rakyat Hong Kong melalui dialog politik yang bermakna," ujarnya menambahkan.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana.

Jika disahkan, RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke Cina daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun hal itu tak serta merta menghentikan aksi demonstrasi.

Massa menuntut Lam mundur dari jabatannya sebagai pemimpin eksekutif.Lam dianggap terlalu lekat dengan Beijing. Massa pun mendesak agar aksi kekerasan oleh aparat keamanan diusut tuntas.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement