Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Febrio Kacaribu menyarankan para pemain dompet digital untuk berkonsolidasi dengan perusahaan yang sudah lebih stabil seperti Ovo dan Gopay. Sebab, ia menilai dengan pemain yang cenderung banyak, para pemain fintech pembayaran akan terus beradu kuat dengan metode membakar uang.
"At the end of the day, akan mengarah ke duopoli atau oligopoli yang optimal dengan teknologi semahal ini. Mungkin hanya dua atau tiga, yang bawah-bawah enggak bisa nyodok ke tiga, enggak ada alasan untuk hidup," ujar Febrio dalam diskusi di Jakarta. Ia mengatakan para pemain dompet digital kecil sebaiknya merger untuk menantang pemain terbesar di sektor tersebut.
Karena itu, ia menilai isu mergernya Dana dan Ovo belakangan adalah hal yang masuk akal. "Sampai kapan mereka bisa bakar uang," ujar Febrio.
Selama pemain dompet digital masih kecil, ia merasa mereka tidak bakal bisa bersaing dengan pemain besar seperti Gopay. Sementara, duet Dana dan Ovo dinilai siap berhadapan dengan Gopay.
Sebelumnya, CEO PT Espay Debit Indonesia Koe atau DANA Vincent Henry Iswaratioso menyatakan isu merger dengan dompet digital Ovo merupakan spekulasi. "Tidak bisa berkomentar ya, karena itu spekulasi saya kira. No comment," ujar Vinvent saat ditemui dalam gelaran Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta, Selasa, 24 September 2019.
Penantang lain di industri ini, ujar Febrio, adalah dompet digital besutan pemerintah LinkAja. Ia mengatakan dompet digital ini menjadi penantang lantaran didukung oleh perusahaan perbankan pelat merah.
Meski demikian, mereka dinilai belum seberapa kuat dibanding dengan pemodal dompet digital global seperti Alibaba dan Softbank."Makanya harus ada konsolidasi, kalau enggak, enggak akan sempat," kata dia.
Di samping itu, Febrio mengatakan konsolidasi dari para pemain dompet digital juga membuat jangkauan fintech sektor ini semakin luas. Sebab, ia menilai para pemain membutuhkan modal besar untuk mengembangkan teknologi hingga Indonesia Timur dan pelosok.
"Kalau terus gontok-gontokan bakar uang ya lama," tuturnya. Meski demikian, Febrio tidak berharap industri ini mengarah kepada monopoli pasar lantaran cenderung kurang sehat dan merugikan konsumen.
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), per hari ini ada sekitar 61 penyedia layanan digital payment. Adapun dari data yang dihimpun LPEM UI, Gopay masih menguasai pasar industri mobile payment dengan nilai transaksi sampai akhir 2018 mencapai Rp 89,9 triliun.
Adapun pada posisi kedua ada Ovo yang mengklaim pertumbuhan transaksi tumbuh 400 persen sejak pertama kali diluncurkan. Dua pemain itu kemudian disusul oleh Dana, Link Aja, dan penyedia jasa lainnya.