REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sangat beruntung bagi seorang Muslim yang memiliki wirid baik berupa bacaan Alquran maupun zikir dengan mengucap lafaz-lafaz yang mengagungkan Allah SWT dan Rasulullah SAW pada waktu-waktu tertentu semisal sebelum tidur atau saat tengah malam dan waktu lainnya.
Mengistiqamahkan membacanya akan mendatangkan tambahan pahala dan keberkahan serta menenteramkan hati.
Namun terkadang saat berupaya mengistiqamahkan sebuah zikir tertentu, seseorang mengalami kendala atau hambatan sehingga tidak bisa membaca zikir yang biasa dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan.
Seperti karena lupa atau adanya hal bersifat darurat yang membuatnya melewati kebiasaan berzikir pada waktu tersebut. Lantas jika dalam kondisi seperti itu, bolehkah mengqadha zikir atau wirid yang biasa kita baca di waktu yang berbeda? Dan bagaimana dengan nilai pahala keistiqamahannya?
Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkaar an-Nawawiyyah menjelaskan bahwa orang-orang yang terbiasa atau mengistiqamahkan zikir seperti pada malam hari, setelah shalat, atau waktu lainnya bila terlewat membacanya sebaiknya menggantinya di waktu lain setelah senggang. Yang terpenting tidak melalaikannya.
Sebab menurut Imam Nawawi orang-orang yang senantiasa mengistiqamahkan membaca zikir akan sulit untuk meninggalkannya, kendati demikian apabila gegabah dalam mengqadhanya orang tersebut akan dengan mudah menyia-nyiakan waktu mengistiqamahkan zikirnya hingga terlupa.
Keterangan Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkaar ini berlandaskan sebuah hadits Rasulullah SAW yang terdapat dalam Shahih Muslim yang berbunyi : "Barang siapa yang tertidur meninggalkan wirid bacaan Alqurannya atau sebagian darinya, lantas dia membacanya di santara shalat Subuh dan shalat Zhuhur, maka dicatatkan baginya seakan-akan dia membacanya di malam hari."
Dalam al-Adzkaar an-Nawawiyyah dijelaskan tuntunan bagi orang-orang biasa berzikir, bila terdapat beberapa hambatan disunahkan menghentikan zikrinya sementara waktu.
Di antara hambatan itu seperti bila ada orang yang mengucapkan salam kepadanya selagi dia berzikir maka dia boleh menjawab salam tersebut dan kembali melanjutkan zikirnya.
Bila ada orang bersin di hadapannya selagi dia berzikir, maka boleh mentasymit atau mengucapkan “yarhamukallah” setelah itu kembali melanjutkan zikirnya. Bila mendengar khatib memulai khutbah Jumat sementara dia tengah berzikir, maka dia harus menghentikan zikirnya dan memulainya kembali setelah selesai pelaksanaan shalat.
Selain itu apabila terdengar azan sementara dia tengah berzikir maka boleh menghentikan zikirnya dan menjawab Azan, kemudian melanjutkan zikirinya setelah selesai azan. Bila melihat perkara yang mungkar dihadapannya selagi dia berzikir, atau juga ada orang yang meminta petunjuk saat berzikir maka harus menanganinya terlebih dulu dan kemudian melanjutkan lagi zikir setelahnya. Bila terserang rasa kantuk yang kuat boleh menghentikan zikirnya dan melanjutkannya pada waktu lainnya. Andrian Saputra