REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Sekretaris PT LRT Jakarta Arnold Kindangen mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan empat dari enam stasiun LRT Jakarta masih mengalami penurunan jumlah penumpang sehingga permasalahan tersebut akan diperbaiki ke depannya.
"Kalau untuk keempat stasiun yang sepi itu karena memang area stasiun LRT Jakarta tersebut jauh dari rumah warga. Selain itu, di daerah-daerah tersebut terdapat banyak pertokoan. Nah, pekerjanya membawa kendaraan beroda dua alias motor," kata Arnold kepada wartawan di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/12).
Dia menambahkan, pembangunan infrastruktur LRT Jakarta yang hanya 5,8 kilometer (km) pun memengaruhi penurunan jumlah penumpang LRT Jakarta. Sebab, jarak LRT Jakarta yang pendek membuat masyarakat memilih untuk naik ojek daring.
Lalu, Arnold menambahkan, ada faktor demografi di mana dalam faktor ini ada yang namanya tujuan. Tujuan masyarakat kebanyakan menuju ke pusat kota untuk bekerja. Dengan begitu, stasiun yang paling padat pengunjung itu Stasiun Velodrome yang mencapai 41,2 persen.
"Jadi, yang relatif stabil itu Stasiun Velodrome. Mereka menuju ke pusat kota untuk bekerja. Lalu, kalau kami lihat jarak yang kami punya itu masih tanggung ya 5,8 kilometer. Jadi, masyarakat memilih ojek daring. Sehingga, kami mengalami penurunan jumlah penumpang dengan adanya ojek daring," ujar dia.
Arnold menjelaskan, total penumpang di seluruh stasiun LRT Jakarta saat sudah beroperasi secara komersial pada 1-17 Desember 2019 sebanyak 74.187 penumpang. Dari total jumlah penumpang tersebut, terdiri atas Stasiun Velodrome mencapai 41,2 persen penumpang, Stasiun Boulevard Utara 32,2 persen, Stasiun Equestrian 4,5 persen, Stasiun Pulomas 6,5 persen, Stasiun Pegangsaan Dua 7,5 persen, dan Stasiun Boulevard Selatan 8,1 persen.
Arnold berharap nantinya bisa berkolaborasi dengan pemerintah setempat, baik dari wali kota Jakarta Timur dan Jakarta Utara untuk mengimbau masyarakat menggunakan transportasi publik. “Pastinya dengan campaign transportasi publik. Tidak sekadar campaign saja dong, pastinya harus ada aktivitas yang menarik penumpang di LRT Jakarta,” kata dia.
Direktur Keuangan dan Pengembangan Bisnis Rudy Hartono mengatakan, pendapatan LRT Jakarta masih sekitar Rp 370,9 juta sejak beroperasi secara komersial. Angka tersebut didapatkan berdasarkan total penumpang LRT Jakarta dari 1-17 Desember 2019 yang baru mencapai 74.187 orang dikalikan dengan tarif Rp 5.000 di seluruh stasiun.
"Tapi, data pendapatan di luar tiket penumpang belum dijumlahkan secara matang. Sehingga, data pendapatan sementara yang dapat disampaikan baru mencakup tiket penumpang," ujar Rudy.
Ia melanjutkan, upaya menyedot pendapatan di luar tiket juga masih terbilang baru dilakukan pihak PT LRT Jakarta sebagai operator. Ia menyadari, LRT Jakarta masih baru. Ia juga sedang berupaya untuk memasang iklan agar pendapatan LRT Jakarta semakin meningkat.
"Kan kami baru jalan juga, baru pada tahap mem-bidding berbagai pihak untuk buka tenant-nya di stasiun kami, pasang iklan juga dan sebagainya. Jadi, pendapatan masih sedikit sekali," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, diketahui PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mengeluarkan biaya untuk pembangunan proyek LRT Jakarta sepanjang 5,8 kilometer (km) mencapai Rp 5,3 triliun. Biaya itu terdiri atas ongkos pembangunan depo untuk seluruh jalur LRT sepanjang 110 kilometer sebesar Rp 2,6 triliun dan sisanya sebesar Rp 2,7 triliun untuk pekerjaan jalur sepanjang 5,8 kilometer.