Senin 23 Dec 2019 18:51 WIB

Taliban Klaim Bom Tentara AS di Afghanistan

Seorang tentara AS tewas dalam pemboman oleh Taliban di Afghanistan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Serangan bom di Afghanistan (ilustrasi).
Foto: Reuters
Serangan bom di Afghanistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Militer Amerika Serikat (AS) menyatakan, seorang anggota pasukan tewas dalam pertempuran di Afghanistan, Senin (23/12). Taliban mengklaim mereka berada di belakang pemboman pinggir jalan di provinsi Kunduz utara yang menewaskan tentara AS.

Pernyataan militer AS tidak mengidentifikasi tentara atau mengatakan wilayah lokasi kejadian. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pertahanan AS, nama-nama anggota yang terbunuh dalam aksi ditahan selama 24 jam sampai pemberitahuan keluarga selesai.

Baca Juga

Tidak lama setelah pernyataan militer AS, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid menyatakan tentara AS tewas di distrik Chardara di provinsi Kunduz utara. Melalui akun Twitter, dia menyatakan, wilayah tersebut merupakan tempat pasukan AS dan Afghanistan melakukan serangan bersama.

Mujahid mengatakan milisi telah menanam bom pinggir jalan yang menewaskan anggota layanan itu. Militer AS tidak segera menanggapi klaim Taliban tersebut.

Bulan lalu, dua anggota AS tewas di Afghanistan ketika helikopter jatuh di provinsi Logar timur. Taliban juga mengklaim bertanggung jawab atas kecelakaan itu, dengan mengatakan mereka telah menjatuhkan helikopter, yang menyebabkan banyak korban jiwa. Militer AS menolak klaim Taliban sebagai pernyataan yang salah.

Taliban sekarang mengendalikan atau memegang kendali hampir setengah wilayah Afghanistan. Kelompok itu terus melakukan serangan hampir setiap hari yang menargetkan pasukan Afghanistan dan AS, serta pejabat pemerintah. Sejumlah warga sipil Afghanistan juga terbunuh dalam baku tembak atau bom pinggir jalan yang ditanam oleh milisi.

Taliban memiliki posisi kuat di provinsi Kunduz dan sepenuhnya mengendalikan beberapa distrik provinsi. Ibu kota provinsi, kota Kunduz, sempat jatuh ke tangan Taliban pada 2015, sebelum mundur menghadapi serangan Afghanistan yang didukung NATO.

Pada 2016, Taliban mencoba merebut kembali ke pusat kota, secara singkat mengangkat bendera sebelum secara bertahap diusir lagi. Pada Agustus tahun ini, mereka meluncurkan upaya lain untuk menyerbu kota, tetapi dapat digagalkan.

Utusan perdamaian Washington Zalmay Khalilzad telah berusaha untuk menuntaskan perjanjian perdamaian dengan Taliban selama lebih dari setahun. AS ingin kesepakatan itu memasukkan janji dari Taliban bahwa Afghanistan tidak akan digunakan sebagai pangkalan oleh kelompok teroris mana pun.

Awal bulan ini, Khalilzad bertemu dengan perwakilan Taliban di Qatar, tempat para pemberontak mempertahankan kantor politik. Pembicaraan antara kedua pihak itu terjadi setelah penghentian tiga bulan oleh Presiden Donald Trump menyusul gelombang serangan Taliban yang mematikan, termasuk pemboman bunuh diri di Kabul yang menewaskan seorang tentara Amerika.

Pertemuan Qatar berfokus pada janji Taliban untuk mengurangi kekerasan, dengan gencatan senjata permanen menjadi tujuan akhirnya. Khalilzad berusaha meletakkan dasar untuk negosiasi antara Afghanistan di kedua sisi konflik yang berlarut-larut, tetapi, Taliban menolak untuk berbicara langsung dengan pemerintah Kabul. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement