REPUBLIKA.CO.ID, Ibu merupakan seseorang yang berperan penting dalam keluarga. Kecintaan seorang ibu terhadap suami dan anak-anaknya dengan sepenuh hati.
Tidak seperti ibu-ibu yang lain, banyak kisah ibu di zaman sahabat yang mencintai putra-putrinya dengan sepenuh hati. Dia bukan hanya melakukannya semata-mata khawatir dengan keselamatan dunia, melainkan juga menjaganya untuk mendapat keridhaan Allah SWT. Contohnya, kisah perempuan bernama A’rabiyyah.
Mengutip Ibunda Tokoh-tokoh Teladan, karya Jumuah Saad, A’rabiyyah adalah seorang perempuan di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, yang telah merelakan tiga orang putranya mati syahid di medan perang.
Mungkin sebagain dari ibu di masa kini tidak akan membiarkan anak-anak mereka mati karena perang, namun tidak bagi A’rabiyyah.
Pada masa kekhalifahannya, Umar bin Khattab mengutus pasukan kaum Muslimin untuk menaklukkan benteng Tustar. Benteng ini adalah salah satu benteng terkokoh dari benteng Persia dengan bangunan-bangunan besar di luar benteng Tustar tersebut.
Kaum Muslimin berusaha untuk menaklukkan benteng ini. Namun, mereka selalu gagal. Sampai akhirnya seorang penghuni benteng menunjukkan jalan dengan berenang di bawah benteng yang dikelilingi air.
Dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, Imam Ibnu Katsir, menyebtukan, diriwayatkan dari Juwairiyah binti ‘Asma, bahwa dari pamannya, bahwa ada tiga orang bersaudara yang ikut dalam menyaksikan hari Tustar, lalu mereka mati syahid. Ketika ibu mereka hendak ke pasar untuk memenuhi kebutuhannya, dia bertemu dengan seorang lelaki yang ikut serta pada hari Tustar.
Dia pun mengenali lelaki itu, dan menanyakan kondisi putra-putranya. Lalu, lelaki itu menjawab, “Mereka telah mati syahid.” Kemudian, lelaki itu bertanya, “Dengan melawan dan mengharap ridha Allah atau lari dari peperangan?” Lalu, A’rabiyyah berkata, “Dengan melawan dan mengharap ridha Allah.”
Kemudian, lelaki itu berkata, “Segala puji hanya untuk Allah. Sungguh, mereka telah mendapatkan kemenangan dan mempertahankan serta membela tempatku dan ayahku.”
Harapan seorang A’rabiyyah akhirnya tercapai. Tiga orang putranya ikut perang dan mati syahid sekaligus. Cita-citanya adalah agar mereka maju dan memperoleh ridha dari Allah. Dia bahkan sabar dan ridha saat mengikhlaskan anak-anaknya. Semua ini dia lakukan untuk agama yang dengannya Allah dapat memuliakannya. A’rabiyyah bahkan memuji dan besyukur atas musibah yang menimpanya.