Selasa 14 Jan 2020 17:39 WIB

Komisi II Cecar KPU Soal Suap Wahyu Setiawan

Anggota dewan menilai kasus yang dialami KPU adalah musibah luar biasa.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Teguh Firmansyah
KPK menetapkan tersangka dan menahan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Foto: Republika/Mardiah
KPK menetapkan tersangka dan menahan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara  Pemilu (DKPP), Selasa (14/1). Satu per satu anggota komisi II DPR mencecar KPU terkait kasus suap yang dialami komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"Menurut saya (kasus yang dialami KPU)  adalah musibah luar biasa," kata Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus.

Baca Juga

Ia menganggap, KPU telah kehilangan kepercayaan publik pascaperistiwa tersebut. Oleh karena itu, tugas KPU untuk mengembalikan kepercayaan ke depan menjadi semakin berat.

"KPU Pusat saja berbuat begitu, ini kan yang tertangkap, bagaimana pula dengan yang lain-lain, saya tidak suudzon. Oleh karena itu, saya berharap kepada KPU bagaimana mengembalikan trust ini karena dikatakan tadi ada 224 kabupaten, 37 kota, dan 9 provinsi yang akan melaksanakan pilkada tahun 2020 ini," jelasnya.

Anggota Komisi II DPR Partai Gerindra Kamrussamad mengaku prihatin dengan ditetapkannya Wahyu Setiawan sebagai tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia menganggap akar masalahnya persoalan tersebut adalah tidak konsistennya penyelenggara pemilu dan peserta pemilu dalam mempertahankan sistem pemilu yang telah disepakati dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 proporsional terbuka.

"Kalau kita konsisten terhadap hal itu maka saya yakin dan percaya kita tidak memiliki penafsiran," ucapnya.

Anggota komisi II DPR fraksi PDIP Cornelis meminta agar KPU segera mengganti Wahyu Setiawan. Menurutnya hal itu perlu dilakukan agar tidak mengganggu proses tahapan pilkada 2020. Sementara itu anggota komisi II fraksi Partai Golkar Agung Widyantoro meminta agar komisioner tidak keliru memakani nama lembaga KPU.

"Tidak setiap penyelenggaraan pemilu  berharap dapat komisi. Kalau tiap pemilu dimaknai dapat komisi entah itu dgn cara berpindahnya pengadaan, memanipulasi hitungan suara, kedepan kita tinggal menunggu waktu saja. Mau siapa dulu komisioner yang tersisa di sini? Naudzubilah min dzalik," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement