Rabu 15 Jan 2020 17:20 WIB

Tambang Emas Ilegal Penyebab Banjir dan Longsor Lebak

Galian tambang ada yang 10 hingga 100 meter ke dalam.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Teguh Firmansyah
Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Lebaksitu meliihat kondisi sekolah terdampak longsor di Kampung Gunung Julang, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong, Banten, Senin (13/1).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Lebaksitu meliihat kondisi sekolah terdampak longsor di Kampung Gunung Julang, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong, Banten, Senin (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan banyak terdapat kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah bantaran banjir dan longsor Kabupaten Lebak, Banten. Maraknya praktik penambangan ilehal itu membuat lingkungan sekitar menjadi rentan terhadap longsor saat intensitas hujan meningkat.

Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam KLHK, Wiratno menjelaskan, area penambangan ilegal tersebut dilakukan di blok-blok tambang bekas kegiatan eksplorasi PT Antam sebelum tahun 1974. Setelah Antam selesai melakukan eksplorasi, bekas tambang tersebut ditutup. 

Baca Juga

Namun, masyarakat membuka kembali dan mengeksploitasi emas tanpa memperhitungkan ancaman lingkungan. "Galiannya ada yang 10 meter sampai 100 meter ke dalam, kayu-kayu di sekitar ditebangi untuk penyangga lubang galian. Ini penambangan emas tanpa izin," kata Wiratno dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (15/1).

Dari hasil penelusuran tim KLHK, kegiatan penambangan ilegal sudah dilakukan sejak tahun 1989 di wilayah Blok Cisoka, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebakgedong. Kabupaten Lebak. Harus diakui bahwa kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh Antam secara tidak langsung memberikan pengetahuan kepada masyarakat adanya titik-titik potensi emas di sekitar Kabupaten Lebak. 

Kegiatan penambangan emas ilegal kemudian semakin marak terjadi hingga tahun 2000-an denga alat-alat pengolahan yang lebih maju. Setelah kandungan emas semakin menipis, masyarakat pun berupaya mencari potensi-potensi lain yang dulunya terdapat informasi awal eksplorasi Antam.

Diketahui, titik galian menyebar hingga ke wilayah Kabupaten Bogor dan Sukabumi yang mengelilingi Taman Nasional Gunung Halimun Salak. "Sampai dengan tahun 2020, tercatat ada 21 blok penambangan dengan luas areal sekitar 2 hingga 5 hektare per lokasi tambang," ujarnya.

Wiratno mengatakan sebanyak 21 titik galian terdapat di wilayah Lebak, 12 titik di Bogor, dan 3 titik di Sukabumi. Bekas galian tambang itu menyebabkan 126 titik longsor. Sebanyak 49 titik longsor ada di Lebak dan 77 titik longsor terjadi di Bogor.

photo
Warga korban longsor dan banjir bandang mencari barang-barang di bekas rumahnya yang terkena longsor di Kampung Gunung Julang, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong, Banten, Senin (13/1).

"Sekarang, semua titik PETI itu kita tutup permanen dan tidak boleh lagi ada penambangan karena sangat membahayakan dan membuat zat merkuri sisa pengolahan di aliran sungai menyebar," katanya.

Wiratno menuturkan, sejauh ini tim KLHK masih melakukan pendalaman apakah ada perusahaan yang terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal tersebut. Namun, dari fakta-fakta sementara penambangan emas murni bisnis lokal. Masyarakat sekitar membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup dan penambangan emas menjadi pilihan yang termudah.

Seiring ditutupnya titik-titik galian emas tersebut, Wiratno mengatakan KLHK bersama lintas kementerin akan membantu masyarakat sekitar untuk mencari alternatif penghidupan. Menurut dia, banyak potensi alam lain yang bisa dimanfaatkan untuk mencari nafkah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement