REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total penduduk miskin pada September 2019 menurun 0,44 persen dibandingkan periode sama pada 2019. Dari 25,67 juta menjadi 24,79 jiwa. Menanggapi itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, turunnya kemiskinan tersebut belum pasti atau debateable.
"Karena di satu sisi BPS bilang turun, tapi dari data penerima iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) trennya naik," ujar dia saat ditemui di Jakarta, Rabu, (15/1).
Dunia usaha, kata dia, lebih melihat data dari BPJS. Alasannya, lebih nyata dan bisa diketahui kategorinya.
"Kita juga berkepentingan, bisa Undang-Undang (UU) Cipta Lapangan Kerja jadi untuk memindahkan penduduk miskin ke sektor produktif. (Sehingga) pertumbuhannya kita positif," kata Hariyadi.
Sebelumnya BPS menjelaskan, beberapa faktor yang memengaruhi penurunan penduduk miskin di Tanah Air di antaranya rata-rata upah nominal buruh tani per hari pada September 2019 yang naik. Kenaikan upah buruh tani mencapai 1,02 persen dibandingkan Maret 2019, dari Rp 53.873 menjadi Rp 54.424.
Kemudian, rata-rata upah nominal buruh bangunan per hari pada September 2019 juga naik 0,49 persen dibandingkan Maret 2019 dari Rp 88,673 menjadi Rp 89.072. Tingkat inflasi umum, kata dia, juga terbilang rendah sebesar 1,84 persen selama periode Maret-September 2019. Selain inflasi, Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2019 berada di atas 100 yakni mencapai 103,88.
Penurunan penduduk miskin juga didorong oleh harga eceran yang turun pada beberapa komoditas pokok di antaranya beras turun 1,75 persen, daging ayam ras (2,07 persen), minyak goreng (1,59 persen), telur ayam ras (0,12 persen) dan ikan kembung (0,03 persen). Selain itu, terjadi peningkatan cakupan penerima program bantuan pangan nontunai yang terealisasi pada kuartal III 2019 mencapai 509 kabupaten/kota atau naik 289 kabupaten/kota dibandingkan kuartal I 2019.