REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menjatuhkan hukuman penjara kepada dua warga Iran atas dakwaan spionase. Mereka dinilai telah terbukti mematai-mata AS dan warganya.
Departemen Kehakiman AS menyatakan, kedua warga Iran tersebut bernama Ahmadreza Mohammadi-Doostdar (39 tahun) dan Majid Ghorbani (69 tahun). Doostdar dijatuhi hukuman penjara selama 38 bulan sedangkan Ghorbani 30 bulan.
Jaksa Agung AS utuk Keamanan Nasional John C.Demers mengungkapkan mereka telah mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk mengintimidasi dan membahayakan warga AS. "Kasus ini menggambarkan penargetan Iran terhadap orang Amerika di AS untuk membungkam mereka yang menentang rezim Iran atau lebih lanjut tujuannya," kata Demers pada Rabu (15/1) dikutip laman Al Arabiya.
Ghorbani dan Doostdar disebut menghimpun informasi, termasuk foto dan catatan tangan, serta nama-nama orang yang menghadiri rapat People’s Mujahedin Organization of Iran (PMOI) pada September 2017. PMOI adalah kelompok yang kritis terhadap rezim Iran.
Pada Desember 2017, Doostdar sempat membawa kumpulan informasi yang telah dihimpunnya ke Iran. Kemudian pada Mei 2018, Ghorbani menghadiri aksi demonstrasi yang digelar PMOI di Washington. Dia kembali mengumpulkan foto dan informasi tentang para peserta untuk dilaporkan kembali kepada Pemerintah Iran.
Pejabat Cabang Keamanan Nasional FBI Jay Tabb menyebut kegiatan yang dilakukan Ghorbani dan Doostdar sangat menakutkan. "FBI tidak akan menoleransi pengawasan yang dilakukan di sini, di AS, atas perintah negara asing seperti Iran," ujarnya.
Pada 2019, Doostdar akhirya mengaku bersalah atas tuduhan bertindak sebagai agen Pemerintah Iran yang tak terdaftar. Sedangkan Ghorbani mengaku bersalah melanggar undang-undang sanksi AS sehubungan dengan Iran.
Saat ini hubungan antara AS dan Iran masih dibekap ketegangan. Memanasnya hubungan kedua negara baru-baru ini dipicu oleh keputusan AS membunuh Komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qasem Soleimani.
Dia merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di Timur Tengah. Soleimani bahkan disebut sebagai orang terkuat kedua di Iran setelah pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khameinei.