Kamis 16 Jan 2020 22:28 WIB

Terusirnya Mahasiswa Tunanetra dari Balai Wyata Guna

Perubahan status panti menjadi balai jadi sebab puluhan mahasiswa tunanetra terusir.

Penyandang disabilitas netra mantan penerima manfaat balai Wyata Guna beraktivitas di tenda sementara di area trotoar Gedung BRSPDSN Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1).
Foto: Abdan Syakura_Republika
Penyandang disabilitas netra mantan penerima manfaat balai Wyata Guna beraktivitas di tenda sementara di area trotoar Gedung BRSPDSN Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fauzi Ridwan

Sekitar 30 mahasiswa penyandang disabilitas tunanetra terusir dari asrama Balai Wyata Guna, Kota Bandung sejak Selasa (14/1) malam karena dianggap sudah tidak memiliki hak mendapatkan pelayanan. Mereka pun memilih bertahan di trotoar kantor tersebut untuk meminta kejelasan dan solusi dari pemerintah.

Baca Juga

Belasan mahasiswa memasang terpal sebagai pelindung dari panas dan hujan. Kemudian, beberapa di antaranya memasang spanduk yang berisi penolakan terhadap regulasi perubahan panti menjadi balai.

Akibatnya, arus lalu lintas di jalan Padjajaran sempat mengalami kepadatan. Sejumlah aparat kepolisian melakukan pengaturan lalu lintas. Selain itu, sebagian dari mereka menjaga keamanan di sekitar Balai Wyata Guna.

"Kami yang melakukan kegiatan menginap di trotoar Wyata Guna dari kemarin pukul 19.30 terdiri dari mahasiswa tunanetra terdampak dari kejadian ini, yang menjadi korban sebanyak 30 orang," ujar Elda Fahmi (20) saat ditemui di trotoar Balai Wyata Guna, Rabu (15/1).

Sejak Wyata Guna masih berstatus panti, menurutnya memiliki kewenangan untuk memberikan bimbingan, pembinaan dan pendidikan dasar kepada penyandang disabilitas. Ia mengatakan, pelayanan yang diberikan yaitu pendidikan formal dan vokasional dengan waktu yang sudah ditetapkan oleh Kemendikbud.

Berdasarkan aturan tersebut, penyandang disabilitas tunanetra tingkat SD, Elda mengatakan mendapatkan layanan selama enam tahun, SMP tiga tahun, SMA tiga tahun dan perkuliahan lima tahun. Namun, sejak terjadi perubahan nomenklatur panti menjadi balai waktu pelayanan hanya enam bulan.

"Balai pada dasarnya tidak memberikan pendidikan dasar hanya pelayanan pelatihan lanjutan yang dimana mereka tidak memberikan layanan pendidikan," katanya. Menurutnya, tunanetra yang mengambil pendidikan formal diluar balai harus keluar dari Wyata Guna.

photo
Penyandang disabilitas netra mantan penerima manfaat balai Wyata Guna beraktivitas di tenda sementara di area trotoar Gedung BRSPDSN Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1).

Ia mengatakan, saat ini balai hanya melayani untuk pendidikan vokasional atau lanjutan. Namun katanya, jika balai hanya menerima siswa lanjutan dari panti saat ini panti sosial tunanetra di Indonesia sudah tidak ada dan berubah menjadi balai oleh Kemensos.

"Tunanetra yang harus mendapatkan pendidikan dasar SD dan SMP misal sekarang harus dipaksa masuk ke jenjang SMA. (Mereka) diajarin mengenai pertambahan, pengurangan dan dikasih soal logaritma. Kejadian miris yang terjadi di dunia tunanetra," katanya.

Elda mengatakan pihaknya akan bertahan hingga pihak Balai Wyata Guna dan pemerintah memberikan solusi yang cepat, tepat dan pas bagi penyandang disabilitas tunanetra. Sebab, menurutnya sejak 2019 sudah melakukan audiensi namun tidak ada solusi hingga sekarang ini.

Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat, Uu Ruhzanul Ulum langsung mendatangi Balai Wyata Guna di Jalan Padjajaran, pada Rabu (15/1). Ia bersama rombongan terlebih dahulu melakukan rapat koordinasi dengan pihak balai. Seusai itu, ia langsung mendatangi kerumunan mahasiswa yang bertahan di tenda depan trotoar kantor Balai Wyata Guna.

Di hadapan para mahasiswa, Uu mengaku kebijakan perubahan panti menjadi balai merupakan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi hanya mengikuti aturan tersebut. Namun, pihaknya memastikan akan memberikan fasilitas dan tempat bagi mahasiswa tunanetra yang bertahan ditrotoar.

"Pemprov tidak akan tinggal diam, kami akan memberikan fasilitas yang seperti diterima adek-adek disini, cuma beda tempat dan status yang berbeda. Kemarin oleh pusat sekarang oleh pemda," ujarnya kepada belasan mahasiswa, Rabu (15/1) di Wyata Guna.

Ia menambahkan, pihaknya akan memfasilitasi juga tentang kegiatan pelatihan dan fasilitas seperti yang diterima di Wyata Guna. Menurutnya, pihak provinsi akan memfasilitasi kepindahan mahasiswa ke Cibabat, Cimahi yang merupakan kantor Dinas Provinsi Jawa Barat.

"Kalau ada kekurangan, insyallah akan memperhatikan. Kalau merasa betah di sini dengan pelayanan seperti itu akan memberikan pelayanan yang sama supaya betah. Harapan kami dengan adanya dialog, bisa diterima dan harapan kami sudah tidak ada lagi tenda tapi kami tidak memaksa kalau masih disini," katanya.

photo
Penyandang disabilitas netra mantan penerima manfaat balai Wyata Guna beraktivitas di tenda sementara di area trotoar Gedung BRSPDSN Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1).

Terkait dengan adanya keluhan mahasiswa menyangkut fasilitas tempat di Cibabat yang belum ramah untuk tunanetra, Uu mengatakan fasilitas disana akan dibenahi secara bertahap. Oleh karena itu, pihaknya berharap agar para mahasiswa bisa bersabar.

"Mendingan ada rasa sabar menunggu waktu daripada kita kekeuh yang akhirnya mohon maaf ada hal yang tidak diinginkan dan dimanfaatkan orang lain," ungkapnya.

Menurutnya, jika para mahasiswa belum merasa betah di Cibabat, Kota Cimahi maka pemerintah provinsi akan memenuhi kebutuhan yang diperlukan sesuai kemampuan. Ia pun menegaskan tidak akan menyengsarakan para mahasiswa tersebut.

"Yang berbicara saya wakil gubernur, pembicaraan saya bisa dipertanggungjawabkan. Apa yang disampaikan tadi, insyallah kami akan merealisasikan. Insyallah yang disampaikan kami tidak akan ingkar janji. Saya bertanggung jawab," kata Uu.

Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Wyata Guna Bandung menyebut dengan perubahan status dari panti ke balai, maka terdapat proses terminasi atau akhir layanan bagi penyandang disabilitas berjalan lebih cepat. Perubahan panti menjadi balai menjadi konsekuensi yang harus dilakukan.

"Di mana layanan ini ada penerima manfaat baru, ada proses rehabilitasi sosial dan ada proses terminasi. Jadi terminasi itu adalah pengakhiran sebuah layanan, kalau orang kuliah mah wisudanya lah, lulus, graduasi, kalau kami itu terminasi, pengakhiran," ujar Kepala Balai Wyata Guna Sudarsono, Rabu (15/1).

Menurutnya, pihaknya sudah menyosialisasikan kepada seluruh pengguna balai bahwa layanan diberikan hanya selama enam bulan berdasarkan aturan yang ada. Saat masih berstatus panti, ia mengatakan layanan bisa berjalan hingga dua sampai tiga tahun.

Sudarsono mengatakan, pihaknya menyadari perubahan waktu layanan harus dipahami oleh semua pihak termasuk keluarga. Oleh karena itu pihaknya sempat mengundang keluarga pada awal tahun 2019 sebab perubahan balai terjadi pada 2019.

"Kami undang semua yang di semester satu ada 130, yang hadir adalah orangtua yang anaknya ikut rehabilitasi sosial dan yang ikut pelatihan vokasi. Tapi anak-anak yang ikut pendidikan itu orangtuanya tidak hadir dalam pertemuan itu," katanya.

Menurutnya, para orang tua yang tidak hadir tidak menerima perubahan panti menjadi balai sebab mengetahui layanan hanya enam bulan. Namun, pihaknya tetap melaksanakan aturan yang sudah dibuat pemerintah.

"Karena tidak hadir, kami menyiapkan tim dan pekerja sosial untuk turun kepada keluarganya untuk menjelaskan berbagai hal, jadi dalam proses pekerjaan sosial disebut home visit," katanya.

photo
Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum berdialog dengan sejumlah Penyandang disabilitas netra di trotoar jalan di depan Gedung BRSPDSN Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/1/2020).

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menegaskan pihaknya tidak mengusir puluhan mahasiswa tunanetra dari Balai Wyata Guna. Juliari mengatakan, para tunanetra itu telah selesai menjalankan masa rehabilitasi namun menolak untuk dipindahkan.

"Bukan soal pengusiran. (Mereka) sudah habis masa rehabilitasinya," kata Juliari, Rabu (15/1).

Mensos mengatakan, Kementerian Sosial tidak melakukan pengusiran secara fisik kepada para tunanetra yang telah tinggal selama rentang waktu tujuh hingga 17 tahun di Balai Rehabilitasi Wyata Guna tersebut. Namun, karena masa rehabilitasi mereka telah selesai, mereka selanjutnya akan dipindahkan ke Panti Asuhan di Kota Cimahi melalui koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Namun demikian, para tunanetra tersebut menolak untuk dipindahkan dan juga menolak untuk diajak berdiskusi. Para penyandang disabilitas netra yang juga bertatus mahasiswa tersebut sebaliknya memilih untuk tidur di trotoar jalan.

"Yang mau di trotoar itu mereka sendiri. Kita sudah minta mereka agar masuk ke dalam untuk diskusi. Tapi mereka nolak," ujarnya.

Pada Kamis (16/1), sejumlah relawan yang berasal dari komunitas ojek online (ojol) dan tergabung di relawan Bandung turut hadir membantu para mahasiswa tunanetra. Mereka turut mengamankan jalannya arus lalu lintas dan menyalurkan bantuan makanan dan mempersiapkan fasilitas kesehatan di ambulans.

"Kalau relawan Bandung ngebantu seadanya, peduli untuk pengamanan lalu lintas. Lalu lihat kondisi kaum tunanetra, kalau ada yang sakit dibawa ke ambulans," ujar Ketua Relawan Bandung, Asron (40) saat ditemui di trotoar depan kantor Wyata Guna, Kamis (16/1).

Sedangkan untuk bahan makanan, menurutnya banyak yang menyumbang dari donatur untuk mahasiswa tunanetra seperti nasi bungkus, pakaian dan terpal. Ia mengatakan akan menemani mahasiswa tunanetra hingga tuntutan mereka terpenuhi.

"Insyallah kita disini sampai benar kondusif sampai kemauan tunanetra disepakati," katanya.

photo
Penyandang disabilitas netra berjalan di depan spanduk di area trotoar Gedung BRSPDSN Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement