REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai kasus dugaan korupsi di tubuh PT Jiwasraya dan PT Asabri membuktikan lemahnya penegakan hukum dan instrumen pengawas jasa keuangan di dalam negeri. Bamseot mendorong institusi penegak hukum agar terus meningkatkan kapabilitas dan kompetensi memahami kejahatan korporasi.
Bamsoet mengaku prihatin lantaran kasus yang membelit perusahaan BUMN diungkap belakangan ini. Dirinya Juga menyayangkan karena pengungkapan kedua kasus dugaan korupsi itu bukan oleh inisiatif maupun kerja penegak hukum, melainkan oleh pemerintah.
"Padahal, durasi kejahatan korporasi itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Indikator kejahatan atau penyimpangan investasi dana publik itu pun telah diperkuat oleh laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa tahun lalu," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/1).
Ia menambahkan, indikator kejahatan di bidang pasar modal telah mengemuka bertahun-tahun di ruang publik. Namun sayangnya, selama itu penegak hukum dan instrumen pengawas jasa keuangan tidak segera bertindak melakukan pencegahan atau penindakan.
Dirinya mencontohkan, Jiwasraya telah membukukan laba semu sejak tahun 2006 dengan merekayasa akuntansi. Sejak 2015, Jiwasraya menjual produk tabungan dengan tingkat bunga sangat tinggi, di atas bunga deposito dan obligasi.
"Hasil jualan produk tabungan itu diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana kualitas rendah yang mengakibatkan terjadinya negative spread. Per 2017, Jiwasraya lagi-lagi diketahui merekayasa laporan keuangan, yakni mengaku untung padahal rugi karena kekurangan pencadangan Rp 7,7 triliun," jelasnya.