Ahad 19 Jan 2020 16:48 WIB

Tim Hukum PDIP: KPU tak Laksanakan Putusan MA

Berdasarkan putusan MA, suara caleg yang meninggal dunia menjadi milik partai.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Tim Hukum DPP PDI Perjuangan - Maqdir Ismail.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tim Hukum DPP PDI Perjuangan - Maqdir Ismail.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim hukum PDI Perjuangan (PDIP) Maqdir Ismail mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak laksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penggantian calon legislatif anggota DPR Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Menurut dia, MA merupakan penafsir tunggal produk hukum di bawah peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Yang jadi problem ada ketika KPU menganggap tafsir yang diberikan MA adalah tidak tepat. Mereka menganggap PKPU itu adalah yang benar sehingga itulah yang hendak mereka laksanakan," ujar Maqdir dalam sebuah diskusi di Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (19/1).

Baca Juga

Menurut dia, seharusnya KPU melaksanakan putusan MA terhadap uji materi PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu. Sehingga, KPU tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menafsirkan putusan MA selain KPU menjalankan putusan tersebut. 

Maqdir mengatakan, berdasarkan putusan MA, suara caleg yang meninggal dunia atau tidak memenuhi syarat menjadi milik partai politik dalam hal ini PDIP. Sebab, yang menjadi peserta pemilu adalah partai sehingga partai memiliki kedaulatan menentukan suara caleg yang meninggal dunia.

Dengan demikian, lanjut dia, PDIP ingin melimpahkan suara Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia untuk Harun Masiku. Sebab, PDIP menilai Harun sebagai kader terbaik.

Akan tetapi, KPU menolak permintaan tersebut sehingga menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih karena posisinya merupakan peroleh suara terbanyak setelah Nazarudin. Maqdir melanjutkan, pengurus DPP PDIP menafsirkan permintaan tersebut bukan pergantian antarwaktu (PAW) karena diajukan sebelum penetapan caleg terpilih.

Sementara, KPU menafsirkan permintaan PDIP sebagai PAW sehingga mekanismenya hanya melalui PAW dengan menetapkan Riezky sebagai caleg terpilih karena memperoleh suara terbanyak. "Sementara teman-teman di DPP PDIP menafsirkan ini pada awalnya bukan PAW. Yang mereka minta kepada KPU adalah limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas kepada saudara Harun Masiku. Ini yang tidak disetujui oleh KPU karena mereka menafsirkan pasal ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan PAW," kata Maqdir.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Arief Budiman menjelaskan, surat usulan PDIP masuk ke KPU sebelum penetapan calon terpilih dan setelah pelantikan anggota DPR RI periode 2019-2024. "Itu kan sudah saya jelaskan berkali-kali. kalau sebelum ada penetapan namanya pergantian calon terpilih, tapi kalau sudah ada pelantikan yang tanggal 1 Oktober itu mekanismenya PAW," ujar Arief di kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (16/1). 

Ia menuturkan, surat dari PDIP yang sebelum adanya penetapan calon terpilih disebut penggantian calon terpilih. Akan tetapi, ketika surat dari PDIP masuk ke KPU setelah pelantikan anggota DPR maka mekanisme penggantian hanya melalui PAW.

"Makanya di surat itu juga, setelah penetapan calon terpilih tapi sebelum pelantikan, kan pergantian calon terpilih. Tapi kalau surat yang terakhir kan pergantian antarwaktu," kata Arief.

Diketahui, DPP PDIP mengajukan permohonan pengalihan suara Nazaridin Kiemas yang meninggal dunia kepada Harun Masiku di daerah pemilihan Sumatera Selatan I pada 5 Agustus 2019. Pengajuan ini dilakukan DPP PDIP setelah adanya putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019.

Pada amar putusan tersebut, menyatakan antara lain,“... dinyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk Partai Politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk Partai Politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon."

Permohonan DPP PDIP ditolak oleh KPU dengan alasan pengalihan suara tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Lalu, DPP PDIP meminta fatwa kepada MA agar KPU bersedia melaksanakan permintaan DPP PDIP sebagaimana yang tercantum dalam amar putusan.

Menanggapi permintaan DPP PDIP, MA mengeluarkan surat yang berisikan penjelasan bahwa untuk melaksanakan Putusan MA tersebut, KPU wajib konsisten menyimak “Pertimbangan Hukum” dalam putusan dimaksud (Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019), khususnya halaman 66-67, yang antara lain berbunyi “Penetapan Suara Calon Legislatif yang meninggal dunia, kewenangannya diserahkan kepada Pimpinan Partai Politik untuk diberikan kepada Calon Legislatif yang dinilai terbaik”.

Berdasarkan penjelasan MA tersebut, DPP PDIP kembali mengirimkan surat ke KPU untuk melaksanakan PAW Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Dapil Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku tertanggal 6 Desember 2019. Kemudian KPU membalas surat tersebut tertanggal 7 Januari 2020 yang pada pokoknya KPU tidak dapat memenuhi permohonan PAW tersebut.

Sebab, Harun Masiku tidak memenuhi peraturan perundangan-undangan yang mengatur PAW anggota DPR RI. Aturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement