REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan PT Jiwasraya (Persero) dapat mengembalikan dana nasabah mulai bulan depan. Dana untuk membayar klaim pemegang polis bakal diperoleh dari sejumlah skema bisnis yang disiapkan, salah satunya pembentukan perusahaan induk atau holding BUMN asuransi.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, pembentukan holding diperkirakan bisa mendatangkan dana segar sekitar Rp 2 triliun. "Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir--Red) mengatakan, Februari-Maret dibayarkan bertahap.
Tahap awal, nasabah-nasabah kecil diprioritaskan, kata Arya saat diskusi bertajuk "Kasus Jiwa sraya: Pansus atau Panja di Jakarta, Ahad (19/1). Menteri BUMN Erick Thohir belum pernah mengungkap tenggat waktu pengembalian dana nasabah.
Namun, ia memastikan, Jiwasraya bakal mengembalikan dana para pemegang polis.
Erick saat berbincang dengan awak media di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (15/1), mengatakan, Jiwasraya akan melunasi klaim nasabah melalui sejumlah skema strategis. Skema itu antara lain pembentukan holding BUMN asuransi, restrukturisasi, hingga pembentukan Jiwasraya Putra yang secara total bisa mengumpulkan arus kas hingga Rp 8 triliun.
Khusus holding asuransi, Erick mengatakan proses pembentukannya akan dimulai pertengahan Februari. Selain Jiwasraya, BUMN yang bergerak di bidang asuransi adalah PT Jasa Raharja (Persero), PT Asuransi Jasa Indonesia, Perum Jaminan Kredit Indonesia, dan PT Asuransi Kredit Indonesia.
Ihwal tenggat waktu pembayaran klaim juga belum disampaikan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Ia sebelumnya hanya menyampaikan, Kementerian BUMN akan memberikan kepastian pembayaran klaim pada Februari 2020.
Arya Sinulingga menjelaskan, Kementerian BUMN sedang bekerja keras menyiapkan holding. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah mengubah perusahaan BUMN asuransi, seperti PT Jamkrindo, yang masih berstatus perusahaan umum menjadi perseroan terbatas. "Jamkrindo tidak bisa langsung masuk holding karena holding harus PT," ucap Arya.
Selanjutnya adalah peraturan pemerintah terkait perusahaan induk asuransi. "Dengan kerja keras, mudah-mudahan awal Maret sudah bisa dikerjakan dan dibagi (dikembalikan) uang nasabah," kata Arya.
Jiwasraya terbelit masalah gagal bayar tidak hanya karena ada kesalahan tata kelola, tapi juga karena ada dugaan korupsi. Kejaksaan Agung (Kejakgung) bahkan sudah menetapkan lima tersangka. Per Desem ber 2019, jumlah gagal bayar klaim nasabah Jiwasraya sebesar Rp 12,4 triliun.
Arya pun berpesan agar para nasabah percaya dengan upaya pemerintah. "Solusi dan tahapan-tahapan sudah ada, jadwalnya juga sudah clear," kata dia.
Terkait langkah Komisi VI DPR membentuk panitia kerja (panja) Jiwasraya, ia menegaskan, Kementerian BUMN siap bersinergi. Ia berharap keberadaan panja bisa mempercepat penyelesaian kasus.
Anggota Komisi VI DPR Deddy Sitorus mengatakan, panja Jiwasraya akan mulai bekerja hari ini. Sejumlah pihak terkait akan dipanggil ke DPR. "Mulai Senin ini semua sudah bergulir," kata Deddy, Ahad.
Nasabah Jiwasraya, Rudyantho Depassau, sangat berharap pemerintah dapat memberikan kepastian penuntasan kasus gagal bayar Jiwasraya. Apalagi, dana yang ia tempatkan di Jiwasraya jumlahnya besar, yakni mencapai Rp 5 miliar.
Rudyanto menjadi nasabah Jiwasraya sejak 2017. Ia tertarik dengan produk Jiwasraya karena menjanjikan sistem keuangan yang aman. Ia menilai kasus Jiwasraya adalah kasus investasi yang dibalut asuransi. Core business asuransi adalah tanggung-menanggung. "Sedangkan, investasi, kita bayar sekali kemudian saat jatuh tempo harus dikembalikan," katanya.
Audit investigatif pendahuluan Badan Pemeriksa Keuangan terkait Jiwasraya menemukan berbagai penyimpangan, salah satunya terkait pengelolaan produk JS Saving Plan. JS Saving Plan merupakan produk simpanan dengan jaminan return atau bunga yang sangat tinggi dengan tambahan manfaat asuransi.
Permasalahan muncul karena dana JS Saving Plan diinvestasikan ke instrumen saham dan reksa dana berkualitas rendah. Hal itu mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar. (muhammad nursyamsi/arif satrio nugrono/febrianto adi saputro/ bambang noro yono/antara ed: satria kartika yudha)