REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga berhasil menangkap tersangka penyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, Harun Masiku. Ketua KPK Firli Bahuri hanya mengimbau eks politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu segera menyerahkan diri.
"Saya imbau dan saya sampaikan kepada saudara HM, di manapun Anda berada silakan Anda bekerja sama, kooperatif, apakah dalam bentuk menyerahkan diri, baik ke penyidik KPK maupun pejabat kepolisian," ujar Firli di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).
Firli mengaku sudah menjalankan prosedur seperti mengeluarkan surat perintah penyidikan dan penahanan terhadap Harun. Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menangkap Harun. "Tentu kita bekerja sama bersinergi dengan aparat kepolisian dan itu sudah kita buat suratnya permohonan permintaan pencarian dan penangkapan lengkap dengan identitas," ujar Firli.
Meski begitu, keberadaan Harun masih simpang siur. Sebelumnya, Firli mengatakan, Harun berada di Singapura berdasarkan pernyataan keimigrasian. Ketika ditanya soal munculnya rekaman CCTV yang menunjukkan Harun telah kembali ke Indonesia, Firli mengaku enggan menanggapi pemberitaan sebuah surat kabar tersebut.
Ia justru berseloroh, jika media memiliki informasi terkait keberadaan Harun, sebaiknya memberitahu KPK. "Pokoknya seluruh informasi kita tangkap, kita terima, kalau mbak ada informasi sekarang, sampaikan kepada kita," ujar Firli.
Pada Kamis (9/1), KPK menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019- 2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP Harun Masiku, serta seorang swasta bernama Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas, caleg terpilih yang meninggal dunia.
Ketua DPR RI Puan Maharani tidak mau berkomentar terkait keberadaan Harun Masuki. "Itu tanyanya ke partai, bukan ke Ketua DPR," kata Puan, kemarin. Ia meminta semua pihak tetap menghormati proses hukum dan menunggu hasil dari penyelidikan dan pencarian terhadap Harun.
"Kita tunggu saja apa yang akan dilakukan ke depan. Namun, tentu saja proses hukum kita saling hormati dan kita saling hargai tanpa melewati batas-batas yang ada," ujar Puan.
Bela Harun
Pada Ahad (19/2), PDIP lewat elite dan tim hukumnnya mengindikasikan pembelaan terhadap Harun Masiku. Politikus PDIP, Adian Natpitupulu, menilai, Harun kemungkinan korban dari iming-iming pejabat KPU.
"Ada kemungkinan pertama Harun Masiku adalah pelaku suap. Kemungkinan kedua dia adalah korban dari iming-iming penyelenggara yang bisa mengambil keputusan. Yang ketiga, jangan-jangan Harun Masiku adalah korban yang terjadi berkali-kali," ujar Adian.
Pelaksana tugas KPK, Ali Fikri, mengatakan, terlalu dini jika kasus Harun dikatakan sebagai penipuan belaka. Sebab, KPK telah memiliki bukti-bukti permulaan penyuapan sehingga dilakukan operasi tangkap tangan (OTT). "KPK masih akan terus mendalami dan mengembangkan pada tingkat penyidikan," kata Ali, kemarin.
KPK, kata dia, tidak menutup kemungkinan meminta pertanggungjawaban pihak lain terkait kasus itu. "Penyidik KPK tentu akan bekerja sesuai aturan hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi profesionalisme," kata dia. (nawir arsyad akbar/silvi dian setiawan/haura hafizhah, ed:ilham tirta)