REPUBLIKA.CO.ID, KOTA BATU -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyatakan bahwa dirinya siap jika harus dipanggil oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan suap yang menyeret mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. Meskipun menyatakan siap, lanjut Arief, hingga saat ini dirinya mengaku belum menerima surat panggilan.
"Saya belum mendapatkan surat sampai hari ini, jika nanti dipanggil, saya siap untuk datang," kata Arief, usai meresmikan Rumah Pintar Pemilu Nasional, di Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (24/1).
Arief menambahkan, pada Jumat (24/1), KPK meminta keterangan dari dua Komisioner KPU, yakni Hasyim Asy'ari dan Evi Novida Ginting. Pihaknya menyatakan terbuka kepada KPK apabila membutuhkan keterangan maupun data dari KPU.
Meskipun demikian, Arief mengharapkan kasus yang menjerat empat orang tersangka itu bisa segera diselesaikan, agar seluruh komponen bangsa termasuk KPU bisa kembali berkonsentrasi terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
"Prinsipnya KPU sangat kooperatif dan terbuka, apabila dibutuhkan keterangan dari komisioner, sekretariat, kami akan datang. Kemudian, jika dibutuhkan data, dan kami punya, akan kami sediakan," tutur Arief.
Pada Rabu, 8 Januari 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan. Saat itu, Wahyu Setiawan merupakan salah satu dari tujuh orang komisioner KPU, yang terpilih untuk periode 2017-2022.
Wahyu diduga meminta dana operasional sebesar Rp900 juta untuk membantu penetapan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku, sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu. Selain menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina. Selain itu, politisi PDIP Harun Masiku, dan Saeful dari unsur swasta.