Kamis 30 Jan 2020 07:37 WIB

Wakil Ketua Komisi XI Dorong Ekstensifikasi Cukai

Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya mencapai 84,4 persen.

Forum Diskusi Ekonomi dan Politik (FDEP), Rabu (29/1).
Foto: Istimewa
Forum Diskusi Ekonomi dan Politik (FDEP), Rabu (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR berencana untuk memperluas jenis Barang Kena Cukai (BKC) selain ke produk tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol, dengan menyasar produk kantong plastik dan minuman manis berkemasan.

Dalam rilisnya, Kamis (30/1), Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan mengatakan DPR akan merampungkan pembahasan mengenai pengenaan cukai kantong plastik pada masa sidang DPR atau pada akhir April 2020. Pembahasan cukai kantong plastik antara DPR dan Pemerintah berjalan sesuai dengan rencana. Penambahan cukai kantong plastik juga tidak mengalami permasalahan dalam diskusi antara DPR dan Pemerintah.

Selain pembahasan kantong plastik, DPR Komisi XI juga membahas revisi Undang-Undang Cukai. “Kita mendorong agar undang-undang ekstensifikasi cukai dapat diberlakukan,” kata Fathan dalam Forum Diskusi Ekonomi dan Politik (FDEP), Rabu (29/1).

Fathan mengatakan bahwa ekstensifikasi cukai atau perluasan BKC perlu dilakukan pemerintah agar dapat menjadi opsi pembiayaan negara untuk menghindari risiko shortfall pajak di tahun 2020. Pasalnya penerimaan pajak tahun 2019 mengalami shortfall atau target penerimaan pajak tidak memenuhi target. Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya mencapai 84,4 persen dari target Rp 1.577,56 triliun.

Dia menambahkan dengan adanya ekstensifikasi cukai, pemerintah mestinya mempertimbangkan perlunya kenaikan pada produk yang selama ini terkena cukai, terlebih karena alasan ketenagakerjaan.

“Industri yang dikenakan cukai merasa lelah menjadi penopang penerimaan cukai. Dengan adanya ekstensifikasi cukai, pemerintah dapat mengenjot penerimaan dari bidang dan aspek-aspek lain,” ujar politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai kepada hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol tak selamanya sejalan dengan kenaikan penerimaan negara. Rasio di bawah satu artinya 1 persen kenaikan tarif cukai hanya mampu mendorong penerimaan di bawah 1 persen.

“Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi akan membuat pertumbuhan penerimaan negara semakin rendah. Ketika kenaikan moderat yang terjadi maka pertumbuhan penerimaannya juga bagus," kata Yustinus pada kesempatan yang sama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement