REPUBLIKA.CO.ID, Alangkah ironis apa yang dilakukan sebagian orang ketika diberi kabar gembira atas kelahiran putrinya, dia malah kecewa dan marah.
Padahal betapa pentingnya keutamaan dalam mendidik anak perempuan di dalam Islam.
Dalam buku "Panduan Mendidik Anak Sesuai Sunnah Nabi SAW", Syekh Abdussalam as-Sulayman, sikapnya ini sama dengan perbuatan dan perangai orang-orang jahiliyah terdahulu yang Allah cela mereka di dalam firman-Nya:
“Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.” (QS an-Nahl 58-59)
Tidak ada orang yang tahu dimana kebaikan itu sebenarnya berada, sebagaimana firman Allah SWT:
“Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS an-Nisa': 19)
Anak-anak perempuan bisa jadi lebih memiliki banyak kebaikan bagi seorang hamba untuk dunia dan akhiratnya. Cukuplah kiranya bahwa membenci anak-anak perempuan itu sama dengan membenci apa yang Allah SWT ridhai baginya.
Ada juga sebagian orang yang memperlakukan istrinya yang malang dengan perlakuan yang buruk hanya karena istrinya melahirkan anak perempuan. Entah itu dengan menjauhinya, menceraikannya, berbuat jahat kepadanya dan mencelanya.
Padahal, Allah SWT mengaruniakan anak-anak perempuan kepada orang-orang yang lebih mulia dibandingkan Anda, seperti Nabi Luth dan Syu’aib.
Bahkan, anak laki-laki Nabi SAW saja tidak ada yang hidup, namun Allah memberkahi beliau SAW dengan puterinya, Fatimah dan anak keturunannya.
Diriwayatkan dari Thorif (atau Thuraif) bahwa ada seorang pria Arab yang berkuniyah (dijuluki) Abu Hamzah adh-Dhabi, menikahi seorang wanita dan berhasrat untuk memiliki anak laki-laki.
Namun, ternyata istrinya melahirkan anak perempuan, sehingga menyebabkan Abu Hamzah menjauhi rumah istrinya. Dia marah besar karena istrinya melahirkan anak perempuan. Dia pun memutuskan tinggal di tempat yang lain.
Suatu hari, dia melewati kemah istrinya, dan dia melihat istrinya sedang bermain dengan anak perempuannya seraya menyenandungkan syair:
#Abu Hamzah tidak mau mendatangi kami, yang berteduh di rumah yang masih sudi berbelas kasih dengan kami
#Dia murka karena (menghendaki) agar kami tidak melahirkan anak perempuan, padahal demi Allah! Tiada kuasa bagi kami (memilih jenis kelamin anak)!
#Sesungguhnya kami hanya mengambil apa yang diberikan kepada kami, dan kami ini seperti tanah yang bergantung kepada apa yang ditanam
#Kami hanya menumbuhkan apa yang ditanam pada diri kami
Mendengarkan baik-bait syair ini, tiba-tiba bangkitlah naluri kasih sayang kebapakan pada diri Abu Hamzah, sehingga dia pun masuk ke dalam rumah istrinya, lalu langsung mengecup istrinya dan putri-nya. (al-Bayan wat Tabyin (vol 1 hal 108).