Senin 03 Feb 2020 09:05 WIB

Tak Ada Alasan Bupati Minahasa Utara Tolak Izin Mushala

Warga Agape sempat mengadu ke Kemenag soal penolakan izin mendirikan mushala.

Kerukunan umat beragama. (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Kerukunan umat beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama meminta pemerintah daerah (pemda) tidak menolak izin pendirian rumah ibadah bila prosesnya telah memenuhi persyaratan. Hal itu menyusul kasus perusakan Mushala al-Hidayah di Perum Agape Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, pada Rabu (29/1).

Direktur Urusan Agama Islam Kemenag Mohammad Agus Salim menjelaskan, warga Muslim setempat yang ingin mendirikan mushala pernah datang ke Kemenag pusat sekitar tiga bulan lalu. "Mereka datang menyampaikan keinginannya membangun masjid. Sudah bertahun-tahun mereka mengurus perizinan dan segala macamnya. Tapi, kesulitan membuat izin di daerahnya. Padahal, di situ komunitas Muslim-nya sudah banyak, ada ratusan," kata dia, Ahad (2/2).

Baca Juga

Sekiatar 50 orang anggota organisasi kemasyarakatan di Desa Tumaluntung mendatangi Mushala al-Hidayah pada Rabu sekitar pukul 17.48 WITA. Ormas tersebut pun langsung melakukan penyerangan hingga dinding dan pagar Mushala al-Hidayah rusak. Perusakan tersebut diduga karena mushala belum mendapatkan izin.

Agus tidak mengetahui apa alasan yang membuat warga Muslim di Perumahan Agape itu tidak diberi izin membangun mushala. Namun, pada pertemuan saat itu, warga Muslim setempat mengatakan telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama (PB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.

"Kalau sudah terpenuhi maka tidak ada alasan bagi pemda untuk menolak, termasuk bupati. Di PB dua menteri itu kan sudah jelas di sana tentang mekanisme pendiriannya. Tinggal nanti bupati yang memberi izin," kata dia.

Agus menambahkan, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Sulawesi Utara Abdul Rasyid pun telah melapor ke Menteri Agama Fachrul Razi soal peristiwa perusakan yang terjadi. Dalam laporan tersebut disampaikan kondisi terkini mushala sudah kondusif.

"(Tapi,) mereka berkeinginan supaya itu segera diberikan izin karena menurut mereka sudah memenuhi. Jadi, sekarang sedang dimusyawarahkan. Semoga ada jalan terbaik," ujar dia. Namun, Abdul Rasyid menolak memberikan tanggapan terkait perusakan mushala al-Hidayah di wilayahnya.

Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nadjamuddin Ramly mengungkapkan, dua tahun lalu lurah dan bupati setempat meminta Mushala al-Hidayah ditutup. Padahal, kata dia, sejak lama masyarakat Muslim setempat ingin punya rumah ibadah.

Nadjamuddin mengatakan, ada kelompok masyarakat agama lain yang masih mempersoalkan pembangunan mushala itu. "Yang melarang ini FKUB, forum komunikasi umat beragama, yang seharusnya mereka menjadi mediator dan fasiltitor supaya tidak konflik. Jadi, ini sangat tidak adil. Di Jakarta saja, tren pembangunan gereja itu 200 persen di tengah mayoritas Muslim," kata dia.

Apalagi, masyarakat telah memnuhi semua persyaratannya. "Nah, Mushala al-Hidayah itu mereka sudah memohon dengan persyaratan yang lengkap. Tapi, dua-tiga tahun ini tidak diberikan izin, padahal syarat-syaratnya sudah lengkap," kata dia.

Setelah kejadian perusakan pada Rabu, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulawesi Utara sudah melakukan mediasi. Kemudian, diterbitkannya izin pun disepakati. "Agar tidak terjadi gesekan yang kedua," ujar dia.

Tidak terprovokasi

Ketua FKUB Sumatra Barat Yulius Said mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan kasus perusakan mushala di Minahasa Utara. Semua pihak diminta memercayakan penanganan kasus ini kepada kepolisian.

"Saya imbau kepada saudara kita, baik agama Islam maupun non-Muslim, kita sudah sangat rukun dan aman serta tenteram. Kita tidak pernah terjadi apa-apa kalau tidak diprovokasi orang lain," kata Yulius, kemarin.

Yulius menilai pengursakan masjid di Minahasa Utara merupakan tindakan kriminal. Ia berharap kepolisian dapat menindak pelaku hingga menyeretnya ke pengadilan.

Pada Jumat (31/1), Kepolisian Daerah Sulawesi Utara telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka akan dijerat Pasal 170 KUHP subsider 406 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP.

Kepala Humas Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan, ketiga tersangka tersebut berinisial Y, NS, dan HK. Menurut Jules, Y berperan sebagai provokator sehingga terjadi kasus perusakan tempat ibadah tersebut.

“Sedangkan, yang dua lagi itu turut serta dan membantu melakukan,” kata dia. Menurut dia, para tersangka mengaku melakukan perusakan karena pembangunan mushala belum mendapatkan izin dari pemda. n Umar Mukhtar/Febrian Fachri ed: ilham tirta

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement