Selasa 04 Feb 2020 07:49 WIB

Ketidakpastian Global, BTN: Bisnis Perumahan Masih Tumbuh

Tahun ini BTN lebih hati-hati memasang target pertumbuhan kredit perumahan

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Utama Bank BTN, Pahala N Mansury
Foto: BTN
Direktur Utama Bank BTN, Pahala N Mansury

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berupaya memfokuskan bisnis pada sektor perumahan. Pada tahun ini, perseroan lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dengan memasang target pertumbuhan kredit sebesar 10 persen.

Direktur Utama BTN Pahala N Mansury mengatakan pada tahun lalu kondisi geopolitik dan ekonomi masih belum menentu. Bahkan, diperkirakan kondisi ini akan terus berlanjut pada 2020.

Baca Juga

“Tahun ini kami memasang target konservatif pertumbuhan kredit level 10 persen. Kami masih terus memantau perkembangan ekonomi global dan nasional, serta daya beli masyarakat pada 2020,” ujarnya saat acara ‘BTN Market Outlook 2020’ di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (3/2) malam.

Pahala menjelaskan dua tahun terakhir berbagai peristiwa telah meningkatkan ketidakpastian global diantaranya, perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok berpotensi berlanjut meski kesepakatan phase satu telah ditandatangani. Kemudian masa depan Inggris yang masih dipertanyakan usai resmi hengkang dari Brexit.

“Lalu, ketegangan antara Amerika dan Iran yang terus memanas hingga penyebaran virus Corona yang diproyeksi menyebabkan Tiongkok akan kehilangan momentum untuk tumbuh lebih tinggi,” ucapnya.

Menurut Pahala kondisi perekonomian global belum mampu mendorong volume perdagangan global. Akibatnya, harga komoditas global belum terakselerasi. Padahal, banyak provinsi di Indonesia yang masih bergantung pada komoditas sebagai tumpuan ekonominya, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan pada kisaran lima persen.

Menilik pertumbuhan ekonomi Indonesia, Pahala memilih opsi konservatif. Perseroan akan memaksimalkan penggarapan sektor perumahan berbagai sentra ekonomi daerah di Tanah Air.

“Kami mempertahankan fokus ke perumahan mengingat sektor ini memiliki multiplier effect bagi 170 industri terkait lainnya dan masifnya pembangunan infrastruktur di seluruh nusantara,” ucapnya.

Pahala menilai sektor perumahanmasih memiliki ruang gerak yang cukup luas di Indonesia. Sebab, gap antara kebutuhan rumah baru dengan kapasitas bangun para pengembang masih tinggi dan masih banyak Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan di bawah MBR yang unbankable.

“Kontribusi sektor perumahan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia baru mencapai 3 persen, artinya masih besar peluang untuk mengakselerasi industri ini. Apalagi sektor ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang,” jelasnya.

Menurutnya dukungan pemerintah pada sektor perumahan subsidi masih akan menjadi angin segar bagi industri ini. Pemerintah sejak 2015 mendukung sektor perumahan melalui Program 1 Juta Rumah.

Skenarionya, sebut Pahala, jika dana tambahan yang dikucurkan berkisar Rp 1 triliun-Rp 25 triliun maka unit terbangun bisa mencapai 8.000-200 ribu unit untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kemudian, untuk program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2PT) dapat menambah 20 ribu-260 ribu unit.

“Perseroan tetap mengembangkan berbagai lini bisnis lainnya untuk mendukung bisnis utama perseroan dengan meningkatkan fitur tabungan, meningkatkan perolehan dana murah guna mendukung bisnis pembiayaan perumahan hingga berbagai aplikasi transaksional,” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement