REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Pada Surah Fatir ayat 28 Allah menerangkan bahwa di dunia ini, terdapat manusia yang sekian banyaknya, juga binatang melata yang ada di bumi. Baik binatang liar di hutan maupun binatang ternak, semuanya berbeda-beda dan bermacam-macam jenis dan warna kulitnya.
Di antara itu semua, maka hanya para ulama sajalah dari hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya. Selain ulama tidak ada yang memiliki kesadaran yang tinggi dan pribadi yang takwa kepada Allah sebagaimana ulama, yaitu kelompok manusia yang sadar pada eksistensi dan tugas serta fungsinya.
Kata ulama berasal dari kata kerja (fi'il) 'alima ya'lamu 'ilman, artinya mengetahui. Alim ialah orang yang mengetahui atau berilmu, dan bentuk jamak dari alim ialah ulama. Menurut Ibnu Abbas arti ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dengan sendirinya, penjelasan lebih lanjut tentang arti ulama menurut Ibnu Abbas sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abi 'Amrah dari 'Ikrimah, ialah hamba-hamba Allah yang alim atau mengetahui tentang zat, sifat-sifat dan kekuasaan Allah, taat kepada-Nya dan tidak pernah menyekutukan-Nya, hanya menghalalkan yang dihalalkan Allah dan mengharamkan yang diharamkan Allah, selalu menjaga dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, serta yakin bahwa nanti di akhirat akan bertemu dengan-Nya yang akan menghisab atau mengadili seluruh amal perbuatan manusia. Karena itulah para ulama selalu takut pada Allah.
Kata Ulama dan umara keduanya adalah Bahasa Arab yang kini sudah masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia. Ulama ialah orang yang ahli tentang agama Islam. Sedangkan umara disebutkan sebagai pemimpin pemerintahan.
Dalam bahasa aslinya yaitu Bahasa Arab, lafal umara adalah bentuk jamak dari amir, artinya orang yang menyuruh atau memberi perintah. Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua (13-23 H atau 634-644 M) dari Khulafaurrasyidin, juga disebut Amirul Mukminin, artinya yang memegang kekuasaan atau pimpinan orang-orang mukmin.
Gubernur atau wali kota di kota-kota besar di Saudi Arabia biasa disebut amir, seperti Amir Madinah, Amir Makkah, Amir Jeddah, Amir Riyadh dan lain-lain.
Tetapi dalam Al-Qur'an tidak terdapat istilah amir atau pun umara. Beberapa istilah yang dipergunakan Al-Qur'an yaitu ulil amri.
Pada Surat An-Nisa ayat 59, Allah memerintahkan kepada seluruh orang yang beriman, supaya taat kepada Allah dan taat kepada Rasul, serta kepada ulil amri, yaitu para pemimpin pemerintahan kita. Taat kepada Allah ialah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya dalam Al-Qur'an, dan taat kepada Rasul yaitu mengikuti petunjuk dan contoh-contohnya yang ada.
Selanjutnya ulil amri yaitu yang memegang urusan kita, juga wajib kita taati perintah-perintah dan ketentuannya, selama perintah-perintah dan ketentuan itu. Sejalan atau tidak bertentangan dengan perintah-perintah dan ketentuan Allah dan Rasul, selama perintah dan ketentuan ulil amri atau penguasa itu sejalan atau tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabi.
Sedangkan jika perintah ulil amri bertentangan dengan petunjuk Al qur'an, kita tidak boleh taat, karena kita dilarang taat kepada makhluk dalam hal yang melawan perintah Allah, sebagaimana Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, "Tidak ada (kewajiban) taat kepada makhluk dalam hal maksiat (melawan ketentuan) Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi. (Riwayat Ahmad dari 'Imran bin Husain)".
Umat Islam wajib taat kepada Ulil Amri jika perintah Ulil Amri sejalan, atau tidak bertentangan dengan perintah dan ketentuan Allah dan Rasul, tetapi jika bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabi, seperti misalnya ada aturan kerja yang melarang salat Jum'at atau salat-salat Fardu lainnya, atau jika ada aturan yang membolehkan pencurian, perzinaan, minum minuman keras, maka tidak wajib ditaati.
Secara umum peran ulama dan umara cukup besar di masyarakat Indonesia, baik di kota-kota maupun di desa, meskipun derajatnya tidak sama di beberapa tempat. Masyarakat di desa misalnya tingkat ketaatan mereka sangat tinggi terhadap ulama maupun umara, sedangkan masyarakat perkotaan, ketaatan mereka lebih rendah dibanding dengan masyarakat desa.
Tetapi masyarakat perkotaan yang jiwa keagamaannya cukup tinggi, keberagamaannya kental, ketaatan mereka kepada ulama juga sama dengan masyarakat pedesaan. Ketaatan ini memang merupakan bagian dari perintah Allah dalam Alquran.
Dalam Surah Al- Imran ayat 110 berisi tenteng memberi dorongan kepada orang Islam supaya tetap memelihara sifat-sifat sebagai khaira ummah, yaitu umat yang terbaik yang dapat menjadi contoh bagi seluruh manusia, dan agar umat Islam selalu memiliki semangat hidup yang tinggi. Umat yang paling baik di dunia ialah yang mempunyai dua sifat, yaitu mengajak kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran, serta senantiasa beriman kepada Allah.
Semua sifat ini telah dimiliki umat Islam sejak zaman Nabi, dan telah menjadi darah daging pada setiap orang Islam, sehingga umat Islam menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang relatif singkat, yaitu 23 tahun, Nabi telah dapat menjadikan seluruh Jazirah Arabia tunduk dan patuh pada panji-panji Islam, hidup aman dan tenteram dalam persatuan yang penuh dengan suasana keadilan dan persamaan.
Padahal sebelumnya mereka adalah bangsa Jahiliyah yang selalu terpecah belah dan diliputi suasana takut karena peperangan antar kabilah yang tidak pernah berhenti. Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa andaikata orang-orang Ahli Kitab mau beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, dan juga kepada kitab Al Qur'an,adalah lebih baik bagi mereka.
Memang ada sedikit dari mereka yang kemudian beriman dan masuk Islam seperti Abdullah bin Salam dan beberapa kawannya pada masa Nabi, dan sekarang pun ada yang menjadi muslim, tetapi prosentasenya sedikit sekali. Sebagian besar mereka tetap fasik, yaitu memiliki iman yang rusak, karena beriman kepada sebagian Rasul tetapi tidak beriman kepada Rasul yang lain, beriman kepada beberapa kitab Allah tetapi tidak beriman kepada Al quran.
Sedangkan di dalam Surat at-Taubah ayat 71 menerangkan bahwa orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, mereka adalah bersaudara, saling menolong dan saling melindungi pada setiap saat. Orang-orang mukmin selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan untuk menghindari kemungkaran baik sesama muslim dan mukmin maupun kepada lainnya.
Mereka juga selalu melaksanakan salat, mengeluarkan zakat, dan senantiasa taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Pada akhir ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang mukmin akan selalu dirahmati dan disayangi Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
Pada Surat Al-An'am ayat 153 Allah menegaskan bahwa inilah jalanku, jalan Islam yang ditunjukkan Allah, jalan yang lurus dan benar, oleh karena itu ikutilah jalan ini, dan jangan mengikuti jalan-jalan yang salah karena akan memecah belah kita semua, dan menyelewengkan kita dari jalan Allah. Demikianlah pesan dan wasiat Allah kepada kita semua.
Sedangkan pada Surah Al Anbiya ayat 107, Allah menegaskan bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk membawa rahmat dan kasih sayang kepada seluruh alam, rahmat dan kasih sayang bagi semua makhluk di alam ini. Islam tidak pernah mengizinkan adanya tindak kekerasan bagi sesama orang Islam maupun terhadap pemeluk agama lain.
Bahkan sikap kasar dan tindak kekerasan kepada pemeluk agama lain dilarang, karena prinsip agama Islam tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Ketaatan ini semakin meningkat jika terjalin relasi dan kerjasama yang baik antara ulama dan umara. Pelajaran ini dapat dipetik dari kisah Nabi Yusuf AS dengan Raja Mesir. Menghadapi tahun-tahun sulit yang akan terjadi maka Nabi Yusuf menganjurkan kepada pemerintah negeri Mesir supaya rakyat menanam gandum secara baik-baik selama tujuh tahun.
Hasil panen gandum itu disimpan baik-baik dalam bentuk gabah supaya tidak mengalami pembusukan, kecuali sedikit yang untuk dimakan boleh dilepas dari bulirnya. Kemudian Nabi Yusuf menjelaskan, setelah itu akan datang tahun-tahun yang sangat sulit, sehingga akan menghabiskan simpanan gandum sebelumnya, kecuali sebagian yang untuk benih.
Kebijakan ini sangat penting untuk dapat menyelamatkan rakyat negeri Mesir dari bahaya kelaparan, dan pemerintah Mesir harus bekerja keras supaya rakyat melaksanakannya dengan baik. Relasi dan kerjasama yang baik antara ulama dan umara ini telah memberi manfaat yang besar kepada rakyat Mesir dan penduduk di daerah-daerah sekitarnya.