REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian ESDM membuka peluang keterlibatan swasta untuk bisa membangun pembangkit dan transmisi di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) agar program rasio elektrifikasi indonesia mencapai 100 persen terealisasi. Keterlibatan swasta ini diperlukan untuk bisa memenuhi kebutuhan anggaran yang tak sedikit.
Rida menjelaskan dari beberapa wilayah yang belum terlistriki, pemerintah telah menghitung paling tidak membutuhkan dana investasi sebesar Rp 11 triliun. Sayangnya, apabila ini diserahkan kepada PLN semua, kantong PLN hanya sanggup membiayai sebesar Rp 2,1 triliun.
"Butuh hampir 11 triliun untuk 2020 saja. Padahal PLN cuman mampu 2,1 triliun. Makanya kami membuka peran serta privat. 98,6 persen, sisanya itu emang di daerah 3T. Termasuk wilayah yang pulau kecil," ujar Rida di Komisi VII DPR RI, Rabu (5/2).
Rida juga tak menampik keterlibatan swasta tidak mungkin tanpa dukungan pemerintah. Sebenarnya, skema subsidi sudah diterapkan pemerintah kepada PLN apabila membangun pembangkit di daerah 3T, namun subsidi ini tidak bisa diberikan kepada swasta. Untuk mensiasati hal tersebut, kata Rida PLN diimbau untuk aktif menggaet swasta untuk bisa terlibat dalam pembangunan pembangkit di 3T.
"Kalau swasta yang kesana, maka gap dari modal dan harga jual, sampai saat ini subsidi ini belum bisa dikasih selain ke BUMN. Nah makanya ini perlu ngobrol sama keuangan. Misalnya ada swasta mau, dan perlu disubsidi, maka mekanismenya bagaimana supaya mereka terima juga, yang aturan kan gaboleh," ujar Rida.
Ia menjelaskan Kementerian ESDM pun sedang membahas hal ini dengan Kementerian Keuangan agar proyek kelistrikan bisa tetap berjalan. Ia mentargetkan semester satu ini akan ada titik terang dari persoalan ini.
"Semester ini semoga bisa dapat solusinya. Bisa pakai cara untuk kerjasama dengan PLN dan swasta untuk nyelesein ini," ujar Rida.