REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pahlawan bulutangkis Indonesia Tati Sumirah (68 tahun) sejak Selasa (4/2) dirawat di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur. Pemain yang ikut mengantarkan Indonesia untuk kali pertama sukses memboyong Piala Uber 1975 tersebut dirawat karena gula darahnya tinggi dan ada masalah pada paru-parunya.
Hingga Sabtu (8/2), menurut Reza, salah satu keponakannya, Tati masih dirawat di ICU. Bahkan, sejak masuk rumah sakit, kondisi pemain yang membela tim timnas pada 1972-1981 itu juga belum sadar penuh.
“Kami memohon doa masyarakat bulutangkis Indonesia untuk kesembuhan Tati Sumirah. Dia adalah salah satu pahlawan bulutangkis yang telah mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia. Saya pun mengetuk kepedulian pemerintah dan PBSI untuk kesembuhan Tati,” sebut Juniarto Suhandinata, Wakil Ketua Umum PB Tangkas Jakarta, klub bulutangkis tempat Tati bergabung sejak 1966, Ahad (9/2).
Sebagai pemain, prestasi paling fenomenal diukir Tati saat memperkuat tim Indonesia pada putaran final Piala Uber 1975. Dia menjadi satu-satunya pemain tunggal putri yang mempersembahkan angka kemenangan buat Skuad Garuda.
Dalam babak final di Istora Senayan, Jakarta, 6 Juni 1975, Indonesia sukses merebut Piala Uber setelah menang 5-2 atas juara bertahan Jepang. Tati sukses menyumbangkan poin kemenangan dengan menekuk Atsuko Tokuda, 11-5, 11-2. Sementara, Theresia Widiastuti dikalahkan Hiroe Yuki, 7-11, 1-11 dan Utami Dewi dijegal Noriko Nakayama, 5-11, 3-11.
Namun, di empat partai ganda, pemain tuan rumah tampil hebat. Pasangan Regina Masli/Minarni Sudaryanto menggusur Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa, 15-6, 6-15, 15-9. Lalu, Imelda Wigoena/Theresia Widiastuti menang atas Hiroe Yuki/Mika Ikeda, 15-4, 15-9. Berikutnya, Regina/Minarni mengatasi perlawanan Hiroe Yuki/Mika Ikeda, 15-8, 15-11, dan Imelda /Theresia menggulingkan Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa, 17-14, 15-0.
Ditambahkan oleh Juniarto, kehidupan Tati setelah gantung raket pada 1981 memang kurang beruntung. Apalagi saat itu tidak ada yang namanya bonus bagi pemain yang berprestasi, termasuk Tati. Tawaran untuk melatih di bekas klubnya, PB Tangkas, ditolak karena dia tidak berbakat jadi pelatih.
Untuk menyambung hidup, Tati sempat bekerja sebagai kasir di sebuah apotek di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Namun, atas budi baik rekan-rekannya, Tati kemudian mendapat pekerjaan baru sebagai tenaga di bagian perpustakaan perusahaan minyak pelumas di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
“Kami, sekali lagi mengharapkan kepedulian dan uluran tangan pemerintah dan PBSI untuk membantu biaya pengobatan salah satu pahlawan bulutangkis Indonesia ini,” kata Juniarto.