REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago menilai masih terlalu dini menilai kinerja kabinet Jokowi-Ma'ruf hanya dalam 100 hari. Irman mengatakan, setidaknya kinerja kabinet baru bisa disurvei setelah 180 hari bekerja atau setengah tahun bekerja.
"Masih terlalu pagi menurut saya. Mari kita beri kesempatan mereka bekerja 180 hari atau 6 bulan, karena dalam waktu tersebut baru program kerja bisa diimplementasikan dengan out put yang jelas dan terukur," ujar Irma saat dihubungi Republika.co.id, Senin (10/2).
Dalam hasil survei IPO tersebut, sebanyak 42 persen publik menginginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merombak kabinet. Responden melihat ada beberapa menteri yang tidak bekerja dengan baik. Setidaknya ada lima menteri yang mendapat sorotan negatif dan diharapkan diganti.
Kelima menteri tersebut adalah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Loly dengan 36 persen. Kemudian Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi dengan 32 persen, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate 29 persen. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo denan 24 persen serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sebanyak 22 persen responden.
Namun, Irma mengatakan, untuk paramentri yang offside memang harus segera diganti. Hal tersebut dilakukan agar tidak menjadi beban Presiden Jokowi kedepan. Meski terlalu dini, ia berharap survei ini dapat menjadi sebuah evaluasi kinerja dalam 100 hari. Dengan harapan, ke depannya kinerja para kabinet bisa lebih baik lagi.
"Selain para menteri, para wakil menteri juga harus ada out put dan target, sehingga keberadaan mereka memang terlihat dibutuhkan untuk “ngegas” kinerja menteri yang kedodoran," jelas.
Selanjutnya, survei ini menggunakan teknik wellbeing purposive sampling (WPS) terhadap 1.600 responden. Validitas data dengan metode ini berada dalam rentang minimumim 94 persen dan maksimum dan maksimum 97 persen. Pengukuran keabsahan data menggunakan triangulasi bertingkat, yakni membandingkan antar data terinput, dengan analisis coder expert dan pengecekan ulang melalui wawancara via telepon sejumlah 20 persen dari total populasi sample.