REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto mengatakan perusahaan swasta nasional mulai tertarik dengan bisnis budidaya udang nasional. Slamet menyebut tambak udang berkelanjutan merupakan model percontohan yang dikenalkan Ditjen Perikanan Budidaya KKP dengan mendorong pengelolaan yang terintegrasi dan ramah lingkungan.
"Model ini juga dinilai efektif untuk mengendalikan penyebaran hama dan penyakit udang karena berada dalam satu manajemen dan biosecurity yang ketat," ujar Slamet dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Kamis (13/2).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) gencar melakukan diseminasi atau percontohan model tersebut di berbagai daerah potensial, salah satunya di Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat.
Slamet mengatakan KKP menargetkan adanya peningkatan ekspor sebesar 250 persen hingga 2024. Oleh karenanya, KKP telah menyiapkan strategi untuk mendongkrak produktivitas budidaya udang di berbagai daerah salah satunya dengan mengembangkan percontohan model tambak budidaya udang berkelanjutan.
Slamet menyebut model pengembangan kawasan tambak budidaya udang berkelanjutan telah nyata mampu menggenjot produktivitas udang secara signifikan. "Jadi, sebenarnya dengan model teknologi seperti ini, target peningkatan 250 persen dalam lima tahun ke depan yang ditetapkan Presiden Jokowi sangat realistis," ucap Slamet.
Slamet menjelaskan model kawasan dinilai efektif untuk menjamin sistem produksi bisa berjalan terintegrasi mulai dari penataan tata letak, penyediasn benih bermutu, manajemen pakan, dan pengendalian penyakit dan lingkungannya. Menurutnya, melalui model ini produktivitas bisa digenjot hingga 5-10 ton per hektare.
Lebih lanjut Slamet mengatakan target ekspor naik 250 persen pada 2024 berarti akan ada penambahan produksi udang nasional setidaknya mencapai 578 ribu ton. "Setahun ini kita akan petakan kebutuhan lahan, infrastruktur dan sarana prasarana. Nanti baru kita lakukan realisasi, tentu dengan menggandeng seluruh stakeholders termasuk menarik investor masuk," paparnya.
Slamet menegaskan tahun ini komoditas udang masih menjadi fokus pengembangan sebagai andalan ekspor perikanan nasional. Ia menyebutkan pada 2018 tercatat share ekspor udang Indonesia mencapai hampir 40 persen dari total nilai ekspor total produk perikanan nasional atau mencapai 1,3 miliar dolar AS.
Slamet optimistis dengan menggenjot produktivitas budidaya diharapkan nilai produksi dapat naik hingga mencapai 3,25 miliar dolar AS. "Saya senang, kita berhasil buktikan model kawasan budidaya berkalanjutan ini menghasilkan produksi optimal dan ini telah memicu para investor masuk dan mengadopsi model sejenis," tuturnya.
Slamet meyakini dengan keterlibatan investor, industri budidaya udang nasional akan semakin maju.
Model kawasan budidaya udang berkelanjutan yang dikembangkan di Pasangkayu seluas 45 hektar, dengan perkiraan produksi udang yang dihasilkan per siklus mencapai 12-14 ton per kolam. Luas kawasan ini akan terus berkembang mengingat mulai banyaknya investor yang masuk di bisnis ini.
Presiden Direktur PT Manakara Sakti Abadi, Rudy Hartanto Wibowo, salah satu investor udang di Pasangkayu, menyatakan target 250 persen ekspor udang adalah realistis. Ia meyakini target tersebut pasti tercapai. Menurutnya, kuncinya adalah keseriusan semua stakehokders terkait.
Ia juga melihat prospek industri budidaya udang nasional sangat menggiurkan dan bisa jadi andalan devisa. "Para pemilik modal saya rasa untuk mulai tidak ragu menginvestasikan dana dalam bisnis udang ini. Saya merasa, bisnisnya saat ini menjanjikan karena teknologi tersedia, SDM ada, dan infrastruktur mulai dibenahi," ungkap Rudy.