REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar hukum, Alvon Kurnia Palma mengatakan, rancangan Omnibus Law memang merupakan metode. Namun demikian, dia menyebut Omnibus Law bukanlah jawaban dari kebutuhan ekonomi, pekerjaan dan masyarakat khususnya.
“Omnibus Law bukan jawaban, itu memang metode, tapi bukan jawaban,” ujar dia ketika ditemui Republika.co.id di acara diskusi Himpuni di Lemhanas, Jakarta (13/2).
Dia mencontohkan, Omnibus yang memuat RUU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) justru dinilai merugikan para pekerja. Sebab menurut dia, ada banyak cacat di dalamnya ketika menyangkut kebebasan dan upaya pemerintah untuk memancing investor dengan segala kemudahannya.
“Ada 11 kluster di dalam RUU itu, pertanyaanya, apakah 10 kluster lainnya bisa mendukung kluster tenaga kerja?” kata mantan ketua badan pengurus YLBHI itu.
Dia menegaskan, ada dua alasan mengapa RUU Ciptaker saat ini dinilai merugikan para pekerja. Pertama adalah relasi antara pekerja dan perusahaan yang tidak jelas. Sehingga, mengakibatkan pemenuhan hak para pekerja yang tidak akan terpenuhi, utamanya soal perlindungan.
Sambung dia, alasan lainnya adalah jaminan sosial pekerja yang tidak diatur. Alvon menambahkan, konsep ketenagakerjaan dalam RUU itu itu dinilai mirip dengan warisan Kolonial Belanda yang bernama Koeli Ordonantie. Menurut dia, aturan itu menjamin pengusaha untuk mempekerjakan kuli kebun dengan upah murah dan tanpa perlindungan.
“Saya ikut urus satu UU saja bisa sampai tujuh tahun, karena banyak dinamika. Ini (RUU)? Baru kemarin. Jadi masyarakat diumpamakan apa?” tanya dia.
Dalam pemaparannya dia menyebut, dari UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang akan direvisi, berpeluang bagi investor untuk membawa serta ahli-ahli yang berasal dari negaranya. Termasuk para pekerja kasar lainnya.
Bahkan dia menegaskan, mekanisme outsourcing awalnya hanya untuk pekerjaan tertentu. Namun demikian, dengan adanya RUU Cilaka, kemungkinan tersebut akan diperbolehkan ke berbagai kondisi.
“Dalam hal ini investasi yang menjadi utama, bukan hanya berpikir bagaimana mencari atau membuatkan lapangan kerja saja,” ungkap dia.
Draf Omnibus terdiri dari 79 RUU, 15 bab dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR. Ke depannya, Omnibus Ciptaker akan melibatkan tujuh komisi dan dijalankan melalui mekanisme yang ada di DPR.