REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kafur adalah nama sebuah mata air di surga yang airnya berwarna putih, berbau wangi, dan memiliki rasa yang enak.
Menukil dari buku Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur'an dan Sains karya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an menyebut sebagian ulama percaya kafur berasal dari dunia lain. Tetapi, tidak sedikit pula pengamat dan ulama yang mengatakan kafur adalah nama produk yang dihasilkan sejenis pohon.
Kafur disebutkan satu kali dalam Alquran, "Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur," (al-Insan ayat 5).
Kafur menunjuk pada dua produk yang berbeda. Pertama, sebagai campuran untuk makanan dan minuman, sedangkan kedua lebih berperan sebagai bahan obat luar yang mengandung racun.
Dalam Alquran disebutkan penduduk surga kelak akan meminum anggur yang dicampur kafur tanpa menimbulkan efek negatif apa pun. Beberapa ulama berpendapat kafur merupakan copher yang berarti henna.
Di beberapa tempat, kafur dalam Bahasa Inggris adalah camphor. Bahan yang berupa getah alami ini dituai dari pohon Cinnamomum camphora.
Kafur pertama kali dikenalkan kepada dunia oleh para pedagang Arab yang mengimpornya dari pelabuhan Barus, Sumatra Utara. Bentuk getahnya yang mirip kapur dan berwarna putih, serta daerah asalnya yang bernama Barus, membuat masyarakat Melayu menamainya Kapur Barus.
Kata camphor sendiri berasal dari bahasa Prancis, camphre, yang berasal dari bahasa latin, camfora. Kata ini diperkirakan merupakan adopsi dari kata berbahasa Arab, kafur atau dari Bahasa Sansekerta, karpoor.
Di Eropa Abad Pertengahan, camphor digunakan sebagai campuran untuk makanan ringan yang memiliki rasa manis. Camphor juga digunakan sebagai campuran semacam es krim pada Dinasti Tang (618-907 M) di China.
Di dalam buku resep masakan berbahasa Arab yang diterbitkan di Andalusia pada abad 10 (Kitab at-Tabkh karya Ibnu Sayyar al-Warraq) dan buku resep lain yang tidak berjudul pada abad 13, ditemukan banyak resep makanan yang menggunakan camphor. Hal yang sama muncul juga dalam buku resep makanan ringan dan kue yang diterbitkan di akhir abad 15 berjudul Ni‘mat-nama. Penggunaan camphor sebagai campuran makanan kemudian meluas ke negara-negara Muslim di luar Jazirah Arab.
Saat ini, camphor banyak digunakan dalam masakan India, dan dijual dengan bebas dengan label “dieble camphor”, untuk membedakannya dari camphor yang digunakan untuk upacara keagamaan. Dalam hadits dinyatakan Nabi Muhammad menganjurkan umat Islam untuk menyertakan kafur dalam proses mengafani jenazah.
Kafur di sini dipahami sebagai zat yang sama atau mendekati apa yang saat ini dikenal sebagai camphor padat atau kamper oleh masyarakat Indonesia, yang itu tidak dapat dimakan. Pada masa itu camphor yang hanya tumbuh di Kalimantan dan Sumatra ini berharga sangat mahal di Arab, bahkan menyamai harga emas.