REPUBLIKA.CO.ID, MUNCHEN -- Arab Saudi masih enggan melakukan pembicaraan dengan Iran untuk meredakan ketegangan di antara keduanya. Riyadh menginginkan Teheran terlebih dulu mengubah perilakunya sebelum dialog di antara mereka dimulai.
"Pesan kami ke Iran adalah untuk mengubah perilakunya terlebih dulu sebelum sesuatu dibahas," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal saat berbicara dalam diskusi panel di Konferensi Keamanan Munchen ke-56 di Jerman, Sabtu (15/2).
Dia menegaskan, pesan Saudi cukup jelas yakni menyelesaikan sumber utama dari ketidakstabilan itu. "Sampai kita dapat berbicara tentang sumber nyata ketidakstabilan itu, pembicaraan akan menjadi tidak produktif," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif turut menghadiri Konferensi Keamanan Munchen. Dia juga mengomentari hubungan negaranya dengan Saudi.
Menurutnya, Riyadh memang belum memiliki iktikad untuk mengurangi ketegangan dengan Iran.
"Saya yakin tetangga kami, terutama Arab Saudi, tidak ingin (mengurangi eskalasi)," ujar Zarif seraya menambahkan bahwa Saudi berada di bawah pengaruh kampanye Amerika Serikat (AS) untuk memberikan tekanan maksimum pada Iran.
Ketegangan antara Saudi dan Iran sempat kembali menguat setelah fasilitas pengolahan minyak Saudi Aramco diserang pada September tahun lalu. Riyadh sempat menuding Iran mendalangi serangan tersebut.
AS juga turut menuduh Iran sebagai aktor di balik serangan terhadap Saudi Aramco. Namun Teheran membantah semua tudingan tersebut. Pada Oktober 2019, giliran kapal tanker Iran diseranng menggunakan misil. Serangan dilancarkan saat kapal bernama Sabiti itu sedang berada di dekat pelabuhan Jeddah.
Sabiti terbakar, tapi seluruh awaknya berhasil selamat. Tak ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun Saudi telah membantah terlibat dalam peristiwa itu.