Senin 17 Feb 2020 12:49 WIB

Mahfud: Mungkin Salah Ketik, UU tak Bisa Diganti dengan PP

Mahfud merespons draf UU Ciptaker memungkinkan pemerintah ubah aturan dalam UU itu.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, pada prinsipnya undang-undang (UU) tidak bisa diganti lewat Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Presiden (Perpres). Menurut Mahfud, jika aturan terkait itu ada di dalam Omnibus Law Cipta Kerja maka kemungkinan terjadi salah ketik.

"Isi UU diganti dengan PP, diganti dengan Perpres itu tidak bisa. Mungkin itu (Pasal 170 Bab XIII Omnibus Law Cipta Kerja) keliru ketik," ujar Mahfud usai melakukan kegiatan di Universitas Indonesia, Depok, Senin (17/2).

Baca Juga

Mahfud mengatakan, ia tidak mengetahui aturan tersebut tercantum dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, kalau memang pasal tersebut ada maka sebaiknya disampaikan ke DPR dalam proses pembahasan ke depan.

Ia menjelaskan, produk peraturan yang dibuat pemerintah dan dapat mengganti UU adalah Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). "Prinsipnya begini, prinsipnya tak bisa sebuah UU diubah dengan PP atau Perpres. Kalau dengan Perppu bisa," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Di dalam draf rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja terdapat pasal 170 ayat (1) dalam Bab XIII yang menyebut pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan yang ada pada UU tersebut dan/atau mengubah ketentuan dalam UU yang tidak diubah dalam UU tersebut.

Kemudian, pada lasal 170 ayat (2) disebutkan, perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PP. Pada ayat (3) dalam pasal yang sama dijelaskan, dalam rangka penetapan PP, pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Kemudian, Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mengingatkan pemerintah agar tak memangkas kewenangan DPR RI dalam membuat UU. "Hak melakukan legislasi itu kan ada di DPR," ujar Wakil Ketua Umum Demokrat yang juga Anggota Komisi I DPR RI itu saat dikonfirmasi pada Ahad (16/2).

Syarief menegaskan, selama ini DPR memiliki tiga fungsi, yakni memuat perencanaan anggaran, membuat aturan, serta melakukan pengawasan. Undang-undang Dasar 1945 telah mengatur bahwa pembuatan UU dilakukan oleh pemerintah dan DPR. 

"Budgeting, legislasi, pengawasan. Jadi itu prinsipnya, itu di undang-undang," ujarnya.

Syarief menyatakan, Omnibus Law RUU Cipta Kerja saat ini baru mulai dibahas setelah diterima DPR RI dari pemerintah pada Rabu (12/2) lalu. Meski mengaku belum secara rinci mengetahui poin-poin yang diusulkan pemerintah dalam draf Omnibus Law, ia berharap Omnibus Law tidak memangkas kewenangan legislatif yang selama ini dipegang oleh DPR RI. 

"Kita lihat saja nanti hasil (pembahasan)-nya. Tetapi jangan mengeliminasi fungsi DPR," kata Syarief.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement