REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengusulkan agar sebaiknya terowongan yang rencananya dibangun dari Masjid Istiqlal itu mengarah ke Monumen Nasional (Monas) dan ke Pasar Baru. Menurut dia terowongan ke Gereja Katedral belum diperlukan.
"Monas dibangun 1961, diresmikan pada 1975. Dan ternyata, struktur dan falsafah bangunan Monas itu menyatu dengan Istiqlal. Jadi kalau orang jadi imam shalat di Istiqlal, orang di Monas bisa jadi makmumnya. Karena jarak antara Monas dan Istiqlal itu hanya 300 meter lebih saja," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (19/2).
Karena itu, menurut Muhyiddin, jika pemerintah ingin memperbaiki sejarah dan meninggalkan kenang-kenangan sejarah, seharusnya bangun terowongan yang lebih banyak manfaatnya. "Umat Islam kalau ingin membangun peradaban sebagai oleh-oleh atau warisan bagi generasi mendatang, bangunlah terowongan dari Monas ke Istiqlal, dan dari Istiqlal ke Pasar baru," ucapnya.
Muhyiddin kemudian menyinggung soal Yogyakarta yang memiliki lingkungan pemerintahan yang saling terhubung. Ada kantor Sultan, masjid, pasar, alun-alun, dan mahkamah, yang seluruhnya berdekatan.
"Di sini (Jakarta), ada kantor Presiden, masjid, alun-alunnya di mana? Di Monas, dan ada Mahkamah, nah itu harus pas. Jadi sebaiknya bangun terowongan dari Istiqlal ke Monas, dan dari Istiqlal ke Pasar Baru, sehingga pasar itu juga kita kuasai. Umat Islam menguasai masjid dan pasar," tutur dia.
Muhyiddin menilai, pembangunan terowongan dengan menyambungkan dengan katedral itu belum perlu karena belum ada manfaatnya. Apalagi, ia menambahkan, saat ini juga belum dibutuhkan terowongan karena jumlah orang yang melintasi antara kedua titik tersebut, Katedral dan Istiqlal, terbilang sedikit.
"Kita merujuk pada fiqhul awwaliyah, mengutamakan yang lebih penting daripada yang penting. Buat apa bangun terowongan, yang namanya toleransi tidak harus dibuktikan ke dalam bangunan. Toleransi adalah penerapan kehidupan bagaimana masyarakat itu damai. Terlebih menurut Muhyiddin, masyarakat Indonesia sudah sangat toleran.
Seperti diketahui, saat mengunjungi Kompleks Masjid Istiqlal, Jumat (7/2), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap rencana pembangunan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Jokowi menyebut terowongan itu nantinya merupakan simbol silaturahim antarkedua umat beragama.
"Ada usulan dibuat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katedral. Tadi sudah saya setujui. Ini menjadi terowongan silaturahim. Tidak kelihatan berseberangan, tapi (terjalin) silaturahim," kata Jokowi di kompleks Masjid Istiqlal beberapa waktu lalu.
Wakil Kepala Humas Masjid Istiqlal Abu Hurairah mengatakan, ikon toleransi di Indonesia memang diperlukan. Dia menyebut, rencana pembangunan terowongan yang akan masuk dalam tahap kajian detail.
“Terowongan itu nanti bisa jadi ikon toleransi di Indonesia,” kata Abu saat dihubungi Republika, Jumat (7/2).
Abu menjelaskan, saat ini pihak Masjid Istiqlal sangat mendukung pernyataan Presiden Jokowi dan bakal menindaklanjutinya dengan menggandeng elemen-elemen berbeda. Adapun, teknis pembangunan proyek terowongan tersebut dinilai bakal mempertimbangkan sejumlah aspek. Antara lain kontur tanah, kesiapan saluran air, dan teknis pembangunan lainnya. Kesiapan tersebut dibutuhkan agar pembangunan nantinya dapat menjadikan ikon toleransi yang dapat berlangsung secara terus-menerus.
“Detailnya mungkin nanti orang PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang desain, kita beri masukan-masukan saja jika dibutuhkan,” ungkapnya.