REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok calon pengganti utusan khusus presiden bidang keagamaan sedang ramai dibicarakan setelah Gus Miftah mundur. Bahkan, nama Ustadz Adi Hidayat (UAH) disebut-sebut nitizen sebagai tokoh yang cocok menggantikan posisi Gus Miftah.
Namun, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas menilai, jabatan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan yang dijabat Gus Miftah tidak diperlukan.
"Kalau menurut saya jabatan tersebut tidak perlu," ujar Buya Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (14/12/2024).
Menurut dia, masalah kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan cukup ditangani oleh Menteri Agama (Menag) RI, Prof Nasaruddin Umar.
"Biar dihandling oleh menteri agama saja," ucap Buya Anwar.
Jika pun jabatan tersebut dianggap penting, lalu sebaiknya seperti apa sosok pengganti Gus Miftah? Apakah harus memiliki latar belakang ormas tertentu atau jejak digital yang bersih?
Menanggapi hal itu, Direktur Program Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP), Ahmad Nurcholis mengatakan, sosok yang pantas menjadi pengganti Gus Miftah adalah orang yang memiliki rekam jejak dalam upaya mewujudkan kerukunan, tolersnsi dan perdamaian.
"Tidak mesti berlatarbelakang ormas, tapi tetap harus bersih jejak digitalnya," kata Nurcholis.
Jika Presiden Prabowo Subianto mau serius, kata dia, sebetulnya tidak perlu bingung siapa yang layak menggantikan Gus Miftah. Karena, menurut dia, banyak tokoh dan aktivis yang mempunyai pengalaman panjang dalam kerja-kerja kerukunan dan relasi antar umat beragama sekaligus pembinaan sarana keagamaan.
"Beberapa nama berikut adalah diantaranya, Mas Yai Ulil Abshar Abdalla, Pendeta Gomar Gultom Mas Anick Ht Romo Johannes Hariyanto, Mas Budhy Munawar Rachman, Pendeta Albertus Patty Bang Ridwan Al-Makassary, Mas Muhammad Mukhlisin dan masih banyak lagi yang kompeten untuk itu," jelas dia.