REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Pemerintah Yordania mengecam rencana Israel memperpanjang lintasan kereta api cepat yang menghubungkan Tel Aviv dan Yerusalem. Israel dilaporkan hendak membangun dua stasiun baru di bawah Kota Tua Yerusalem.
"Langkah-langkah sepihak ini merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan hukum humaniter, serta resolusi PBB dan UNESCO yang tak terhitung jumlahnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania Dayfullah Al-Fayiz dikutip laman Al Araby pada Selasa (18/2).
Al-Fayiz mendesak masyarakat internasional bertindak dan memikul tanggung jawabnya untuk menentang langkah-langkah ilegal Israel. Dia memperingatkan bahwa proyek tersebut dapat mengubah karakter dan identitas Yerusalem Timur. Yordania diketahui merupakan pihak yang bertanggung jawab menjaga situs-situs suci keagamaan di Yerusalem.
Israel berencana membangun dua stasiun bawah tanah di Kota Tua Yerusalem. Terowongan sepanjang tiga kilometer akan mengarah ke Tembok Barat. Kementerian Transportasi Israel telah menyetujui proyek pembangunan tersebut.
Proyek perpanjangan lintasan kereta api cepat Tel Aviv-Yerusalem pertama kali diperkenalkan pada 2017. Saat itu menteri transportasi Israel dijabat oleh Israel Katz.
Saat perdana diluncurkan, Katz mengatakan stasiun bawah tanah di Yerusalem akan menyandang nama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Itu merupakan bentuk penghormatan karena Trump telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Menteri transportasi Israel saat ini, yakni Bezael Smotrich, sangat memuji proyek perpanjangan lintasan kereta api cepat Tel Aviv-Yerusalem. Menurutnya proses pembangunan akan menjadi momen bersejarah. "Kami juga berhasil mempromosikan agenda Zionis dan Yahudi," ujarnya.