REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sudah bekerja tidak profesional menyusul tak tercatatnya data perlintasan di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta oleh Ditjen Imigrasi .
Diketahui, sejak 23 Desember 2019 hingga Jumat (10/1) terdapat 120.661 data perlintasan orang dari Terminal 2F yang tidak terkirim ke server lokal dan server Pusat Data Keimigrasian (Pusdakim) di Ditjen Imigrasi, termasuk di antaranya data perlintasan Harun Masiku.
"Menkumham telah bekerja tidak profesional karena justru kelemahan kelemahan yang terjadi di sektor keimigrasian, terutama dengan catatan keluar masuknya orang, yang tidak mustahil para buronan termasuk di dalamnya," kata Fickar kepada Republika.co.id, Rabu (19/2).
Seharusnya, kata dia, Imigrasi yang berada di bawah naungan Kemenkumham menjadi garda terdepan menjaga lalu lintas orang yang keluar masuk Indonesia. Sehingga, meski dalam konteks parawisata tidak ada persoalan, tetapi dalam konteks keamanan dalam negeri menjadi signifikan terutama dalam kaitannya dengan penegakan hukum.
"Meski pintu masuk Indonesia tidak hanya dijaga oleh satu instansi (ada PT. Pelabuhan, perusahaan penerbangan) untuk mengidentifikasi keluar masuknya orang, namun instansi lain itu tidak punya kewenangan juga tidak punya kepentingan untuk memperhatikan lalu lintas orang," tuturnya.
Menkumham, tegas Fickar, harus bertanggung jawab dan harus mundur atau dimundurkan dari jabatannya. Karena, Yasonna yang juga merupakan Politisi PDIP itu semakin memperlihatkan konflik kepentingannya.
"Seperti sudah tidak konsentrasi di samping juga sering mencampuradukan kepentingan partai dengan kepentingan negara dan kepentingan umum. Menkumham sedanf berada di zona conflict of interest dan harus mundur," tegasnya.