REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Peminjam dana melalui aplikasi daring entitas jasa keuangan (P2P) di Provinsi Sumatra Selatan selama 2019 mencapai 1.558.473 entitas. Atau tumbuh 590,26 persen dibanding 2018 sebanyak 225.781 entitas.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 7 Sumatra Bagian Selatan, Untung Nugroho, Jumat (21/2), mengatakan pertumbuhan jumlah peminjam ditopang naiknya jumlah pemberi pinjaman (lender). Jumlahnya selama 2019 mencapai 7.897 entitas atau naik 108 persen dibanding 2018 sebanyak 3.794 entitas.
"Akumulasi penyaluran pinjaman pada 2019 tercatat Rp 1,02 triliun, atau naik 220,4 persen dari 2018 sebesar Rp 318,6 miliar," kata Untung Nugroho saat pemaparan kinerja pada media gathering di Yogyakarta.
Menurut dia kinerja pinjaman daring (fintech peer to peer lending) di Sumsel relatif lebih tinggi dibanding 4 provinsi lainnya di bawah OJK regional 7 (Lampung, Babel Jambi, Bengkulu) yang mencatatkan akumulasi paling tinggi hanya Rp 700 miliar selama 2019.
Pertumbuhan entitas di Sumsel didukung positifnya kinerja ekonomi Sumsel yang mencapai 5,71 persen pada 2019 dengan kuatnya sektor penyediaan akomodasi makan dan minum. Sektor itu menyumbang kontribusi sebesar 13,74 persen.
Dana pinjaman tersebut disalurkan oleh 164 fintech yang terdaftar di OJK RI kepada entitas dengan berbagai keperluan. Untung mengingatkan agar dana pinjaman dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan sektor produksi dengan skala keuntungan yang telah diperkirakan.
Tetapi tingginya pertumbuhan entitas di Sumsel tersebut belum ditopang oleh kemunculan fintech lokal. "Semoga nanti ada fintech lokal di Sumsel yang bisa mendukung pertumbuhan entitas," tambah Untung.
Tingginya pertumbuhan entitas juga membuat OJK memperketat pengawasan karena terdapat ratusan fintech ilegal mengintai masyarakat yang cenderung memiliki literasi keuangan rendah.
Direktur Humas OJK RI, Darmansyah, mengatakan pengawasan terhadap fintech terus ditingkatkan untuk menekan kerugian masyarakat di tengah geliat penyaluran dana yang secara nasional mencapai Rp 81,497 triliun pada 2019.
"OJK mereformasi Industri Keuangan Non-Bank (INBK) yang di dalamnya juga terdapat fintech P2P dengan penguatan 3 pengawasan," ujarnya. Penguatan pengawasan tersebut berupa sistem pengawasan berbasis risiko INKB, penyempurnaan SOP pengawas IKNB, dan sistem peringatan dini (EWS) IKNB.
Sepanjang 2018-2019, kata dia, lebih dari 1.800 entitas fintech ilegal telah ditindak Satgas Waspada Investasi OJK RI karena tidak terdaftar dan berizin. Fintech itu sudah memakan korban baik bermodus penipuan maupun tingkat bunga lebih tinggi dari ketentuan.
"OJK terus berupaya memperluas literasi keuangan dengan mendorong masyarakat agar selekif meminjam dana lewat fintech, upayakanlah meminjam dengan fintech yang telah terdaftar di OJK," kata Darmansyah.