REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengajak para jaksa di daerah bekerja dengan mengutamakan nurani dan mengedepankan keadilan bagi masyarakat dalam memberikan tuntutan kepada pelaku tindak pidana ringan (tipiring).
Ia mengatakan sebetulnya tidak salah apabila para jaksa memberikan tuntutan berdasarkan apa yang tertulis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karena memang vonis berdasarkan hati nurani tidak terdapat dalam buku tersebut.
"Hati nurani tidak ada di dalam buku. Saya ingin mengajak teman-teman harus tetap memperhatikan rasa keadilan yang ada di masyarakat," kata Burhanuddin saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk Penegakan Hukum dalam Kerangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Percepatan Pembangunan Daerah, yang digelar DPD RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan Jakarta, Senin.
Burhanuddin mencontohkan kasus pencurian sisa getah karet oleh Samirin (69) di perkebunan milik PT Bridgestone SRE, Sumatera Utara. Pencurian itu disebut mengakibatkan kerugian hanya Rp17.450. Akibat perbuatannya, hakim Pengadilan Negeri Simalungun menjatuhkan vonis 2 bulan 4 hari.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang mencapai 10 bulan penjara. Kendati kemudian Samarin dibebaskan karena durasi hukuman hakim sudah sama dengan masa penahanannya. Burhanuddin tidak menyalahkan anak buahnya yang telah mengikuti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti apa adanya KUHP.
Hanya saja, menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2/2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, telah mengatur pencurian di bawah Rp2,5 juta tidak dapat ditahan. Oleh karena itu, ke depan Jaksa Agung akan membentuk suatu aturan intern di Kejaksaan Agung supaya para jaksa mengedepankan hati nurani dan memperhatikan keadilan yang ada di masyarakat.
"Dalam waktu dekat saya akan buat aturan itu, dan saudara laksanakan, kalau saudara masih melukai hati masyarakat saya akan tindak," kata dia.