REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Kementerian Kesehatan Iran menyatakan, virus corona telah menewaskan 19 orang. Presiden Hassan Rouhani mengatakan, meski jumlah korban bertambah, negara tersebut tidak memiliki rencana untuk mengkarantina kota dan wilayah dalam menanggapi wabah virus corona, Rabu (26/2).
Tapi, Menteri Kesehatan Saeed Namaki menyatakan, Iran telah membuat rencana untuk memaksakan beberapa pembatasan di situs-situs suci Syiah. Beberapa khotbah pada Jumat yang menjadi rutinitas pun akan dibatalkan.
Namaki mengatakan, beberapa keputusan masih membutuhkan persetujuan Rouhani untuk dapat dilakukan. "Kami telah memutuskan untuk memberlakukan pembatasan kunjungan parsial pada situs suci Syiah dan khotbah Jumat di beberapa kota tidak akan diadakan minggu ini," katanya.
Sedangkan untuk penutupan sekolah dan beberapa universitas mungkin akan diperpanjang satu pekan lagi. Pihak berwenang telah memerintahkan pembatalan konser dan pertandingan sepak bola secara nasional dan penutupan sekolah dan universitas di banyak provinsi, serta mendesak warga untuk tinggal di rumah.
Iran saat ini menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi akibat virus di luar China. Juru bicara Kementerian Kesehatan Kianush Jahanpur mengatakan, sekarang negara tersebut mendeteksi terdapat 139 orang telah terinfeksi.
Pejabat mengumumkan kematian pertama dan infeksi Iran dari virus corona terjadi pada pekan lalu. Kenaikan tajam dalam waktu singkat telah menyebabkan warga Iran mengkritik pihak berwenang secara daring dan menuduh mereka menutup-nutupi, meski klaim ini telah dibantah oleh pejabat pemerintah.
Sedangkan Rouhani menuduh musuh lama Amerika Serikat (AS) berusaha melumpuhkan negara itu dengan rasa takut akibat penyebaran virus corona. Cara melawan desakan itu, menurutnya, masyarakat harus tetap berkegiatan seperti biasanya.
"Kita tidak boleh membiarkan Amerika menambahkan virus baru ke corona dengan menghentikan kegiatan sosial kita dengan menyebarkan ketakutan yang luar biasa," kata Rouhani melalui TV pemerintah.
Kuwait, Irak, Bahrain, Oman, Lebanon, Uni Emirat Arab, Afghanistan, dan Pakistan semuanya telah melaporkan kasus virus corona yang melibatkan orang yang bepergian ke Iran. Kondisi ini membuat Rouhani menyatakan, virus corona tidak boleh digunakan menjadi senjata musuh mencegah bisnis di Iran.
Ekonomi Iran telah terpukul sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir multilateral pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran. "Corona seharusnya tidak dijadikan senjata musuh kita karena mematikan pekerjaan dan produksi di negara ini," kata Rouhani.