REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyarankan pemerintah menghitung secara cermat terkait rencana penurunan harga gas industri. Harga yang ditetapkan nanti juga sebaiknya realistis.
"Saya kira harus realistis, mungkin tidak 6 dolar AS per MMBTU, tapi di harga yang paling menguntungkan semua pihak," kata Tauhid dalam siaran pers, Jumat (28/2).
Sebagai negara eksportir gas, Tauhid mengakui harga gas industri Indonesia tergolong mahal. Namun ia beralasan mahalnya harga gas itu salah satunya karena lokasi sumber gas yang berada di pulau-pulau yang menguras harga produksi. Sementara 70 persen harga gas hilir dipengaruhi oleh harga gas di hulu tersebut.
“Saat ini harga gas industri berada pada rentang 9-12 dolar AS atau sekitar Rp 125.676 - Rp 167.568 per MMBTU. Angka itu jauh di atas harga gas internasional yang berkisar 5 dolar AS per MMBTU - 4 dolar per MMBTU atau cenderung berdekatan dengan fluktuasi harga minyak dunia," kata Tauhid.
Ia menambahkan, di Thailand, harga gas di hulu sebesar 7 dolar AS per MMBTU dan Malaysia sebesar 5,5 dolar AS per MMBTU. Bahkan, China yang notabene memiliki ekonomi kuat pun mematok harga gasnya di level 8 dolar AS per MMBTU. Harga itu belum termasuk biaya penyaluran gas melalui pipa atau nonpipa 15 dolar AS per MMBTU.
Terkait dengan wacana penurunan harga gas ini, sesuai Perpres Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, terdapat tujuh industri yang berhak mendapatkan harga gas 6 dolar AS per MMBTU, yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.
Selain itu, Tauhid menilai rencana penurunan harga gas juga harus diseimbangkan dengan penerimaan pajak industri. Menurut Tauhid, penurunan harga gas akan mengurangi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minyak bumi dan gas (migas).
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan penambahan pajak dari industri yang menggunakan bahan bakar gas tersebut."Harus diseimbangkan, antara penerimaan di hulu dengan pajak industri," katanya.