REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari terakhir Islamic Book Fair (IBF) 2020 menghadirkan bedah novel terbaru tentang Buya Hamka. Novel berjudul Setangkai Pena di Taman Pujangga ini berkisah tentang lahirnya Buya Hamka hingga masa remajanya di usia 30 tahun.
Novel ini merupakan buku pertama dari Dwilogi yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral. Akmal memilih judul novel ini karena latar belakang dari ulama yang bernama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah.
"Buya Hamka merupakan satu-satunya pujangga di era Balai Pustaka yang mengenyam pendidikannya di surau bukan sekolah berbahasa Belanda,"ujar dia di JCC Senayan, Ahad (1/3).
Akmal mengakui betapa hebatnya Buya Hamka karena bisa menjadi sastrawan Balai Pustaka yang dimiliki oleh Belanda ketika itu. Tanpa latar belakang pendidikan yang sama dari sastarwan seangkatannya, ia dapat menjadi penulis di Balai Pustaka.
Sosok Buya Hamka tidak hanya sebagai ulama. Dia juga merupakan seorang penulis dan jurnalis kenamaan.
Di usianya yang baru menginjak 28 tahun dia telah menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah panji masyarakat. Satu hal yang paling penting ketika menghadiri rapat redaksi untuk pertama kalinya dia mengingatkan seluruh jurnalisnya untuk memegang cara pandang ketika bekerja di majalah tersebut.
"Cara pandang kita yang pertama itu adalah Islam dan yang kedua itu Indonesia, ini harus menjadi nafas tulisan di majalah ini baik dalam bentuk berita, puisi atau anekdot," petikan arahan Buya Hamka dalam novel Akmal.
Akmal mengatakan Novel ini juga mengisahkan titik balik Hamka saat dia melakukan kenakalan anak-anak dan kemudian menjadi dewasa. Seperti kenakalannya yang kabur dari rumah yetapi untuk pergi haji dan sepulangnya justru menghasilkan karya-karya luar biasa.
"Bagi yang penasaran cerita lengkap novel ini dapat dibeli di stand Republika dan seluruh royalti penjualan dari buku ini akan disumbangkan kepada ACT untuk dai-dai yang berdakwah di Indonesia,"jelas dia.